MENU TUTUP

Ada Rugi Rp 1,4 T/Bulan, Garuda Terancam Bangkrut

Jumat, 04 Juni 2021 | 11:00:52 WIB
Ada Rugi Rp 1,4 T/Bulan, Garuda Terancam Bangkrut ilustrasi internet

GENTAONLINE.COM - Kinerja maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam kondisi tidak baik. Perusahaan menanggung rugi sampai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,43 triliun (asumsi kurs Rp 14.300) per bulan karena pendapatan yang diterima tak sebanding dengan beban biaya yang dikeluarkan.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo atau biasa disapa Tiko mengatakan, beban biaya yang dikeluarkan tiap bulannya sekitar US$ 150 juta. Sementara, pendapatannya hanya US$ 50 juta. Menurutnya, masalah ini tidak bisa dibiarkan. Proses restrukturisasi terhadap utang mesti dilakukan agar Garuda tetap bisa bertahan. Namun, restrukturisasi juga bukan tanpa risiko. Garuda bisa bangkrut jika restrukturisasi tidak disetujui dan munculnya persoalan-persoalan hukum.

"Sebagai informasi saat ini sebulan Garuda memiliki cost sebesar US$ 150 juta. Sementara revenue US$ 50 juta. Jadi setiap bulan rugi US$ 100 juta. Memang sudah tidak mungkin kita lanjutkan dalam kondisi yang sekarang. Ini yang kami harapkan dari Komisi VI, kalau kita masuk proses restrukturisasi berat, dan melalui proses legal yang cukup kompleks, diharapkan dalam waktu 270 hari setelah kita moratorium, kita bisa menyelesaikan restrukturisasi ini," paparnya dalam rapat di Komisi VI, Kamis (3/6/2021)

"Memang ada risiko apabila dalam restrukturisasi ada kreditur tidak menyetujui atau akhirnya banyak tuntutan-tuntutan legal terhadap Garuda, bisa terjadi tidak mencapai kuorum dan akhirnya bisa terjadi akan menuju kebangkrutan. Ini yang kami hindari sebisa mungkin dalam proses legalnya, karena harapannya akan ada kesepakatan dari seluruh kreditur untuk menyepakati restrukturisasi," jelasnya.

Tiko memaparkan, jebloknya kondisi Garuda karena beban masa lalu terutama berasal dari penyewa pesawat (lessor) yang melebihi biaya (cost) wajar. Dia mengatakan, Garuda juga mengelola banyak jenis pesawat sehingga menimbulkan masalah pada efisiensi. Kemudian, banyak rute-rute yang diterbangi tidak menghasilkan keuntungan bagi Garuda.

Sebenarnya, Garuda sempat untung di masa sebelum pandemi COVID-19. Tapi, keuntungan itu tidak sebanding dengan rugi yang diakibatkan oleh penerbangan luar negeri. Saat pandemi, masalah pun muncul karena perubahan pengakuan kewajiban di mana operational lease yang tadinya dicatat sebagai operating expenditure (opex) kemudian dicatat sebagai utang.

"Sehingga utangnya yang di kisaran Rp 20 triliun jadi Rp 70 triliun, ya memang secara PSAK diharuskan dicatat sebagai kewajiban," sambungnya. Dia mengatakan, restrukturisasi pun harus dilakukan secara fundamental. Utang Garuda saat ini sekitar US$ 4,5 miliar harus dipangkas sampai di kisaran US$ 1 miliar hingga US$ 1,5 miliar.

"Di mana secara sederhana, kalau EBITDA sekitar US$ 200-250 juta, itu secara kondisi keuangan yang normal maksimum rasionya 6 kali. Jadi sekitar 250 kali 6, US$ 1,5 miliar. Di atas itu Garuda tidak akan bisa bisa going concern karena nggak mampu bayar utang-utangnya," katanya. Tiko mengatakan, saat ini pihaknya terus berkoordinasi dengan pemegang saham termasuk Kementerian Keuangan terkait restrukturisasi dalam rangka pengurangan utang.

"Ini yang sedang kami rumuskan pola dan legal prosesnya karena ini melibatkan lessor, juga ada peminjam dalam bentuk global sukuk bond yang dimiliki oleh pemegang sukuk dari middle east. Sehingga mau nggak mau kalau kita melakukan renegosiasi secara internasional harus melalui proses legal internasional. Tidak bisa hanya di Indonesia, karena justru mayoritas daripada utang Garuda adalah kepada lessor dan pemegang sukuk internasional," ujarnya.

Tambahnya, saat ini pihaknya juga dalam proses penunjukan konsultan hukum dan keuangan. Menurutnya, moratorium utang mesti dilakukan dalam waktu dekat agar kas perusahaan tidak habis. "Kita sedang menunjuk konsultan hukum maupun konsultan keuangan untuk mulai proses ini, dan memang harus segera untuk mulai melakukan moratorium atau standstill dalam waktu dekat karena tanpa moratorium maka kasnya akan habis dalam waktu yang sangat pendek sekali," paparnya.

"Ini yang harus kami pahami. Apabila Garuda bisa melakukan bisa restrukturisasi secara massal dengan seluruh lender, lessor dan pemegang sukuk dan melakukan cost reduction, harapannya cost itu menurun 50% atau lebih, maka Garuda bisa survive pasca-restukturisasi," ungkapnya. (dtk)

Berita Terkait +
TULIS KOMENTAR +
TERPOPULER +
1

Warga Kandis Desak Polisi Usut Dugaan Penipuan oleh Pimpinan Koperasi Makmur Mandiri

2
Galian C di Kampar

Dugaan Terima UPETI dari Pengusaha Galian C di Desa Balam Jaya.

3

Alumni Menwa Ucapkan Selamat, Syahrial Abdi Resmi Jabat Sekdaprov Riau

4

Banyak Pedagang Nakal, Wisatawan di Pekanbaru Keluhkan Harga Durian Tak Wajar

5
Galian C Ilegal di Kampar

Mengantongi Izin Operasional Tapi Tidak Memiliki Lahan. Daerah Aliran Sungai Di Jadikan lahan Tambang.

6
Wartawan Bodrex

Borok Oknum Wartawati Terbongkar: Cici Sri Imelda Diduga Dalang Hoaks, Pemerasan, dan Melakukan Pencemaran Nama Baik Oknum TNI

7
Galian C Ilegal di Kampar

APH TUTUP MATA, GALIAN C ILEGAL ADALAH BENALU YANG MENGENYANGKAN

8

Pemerintah Desa Pangkalan Baru Serahkan Piala Kades Cup IV Tahun 2025

9

Peringatan Hari Jadi Koppsa-M Berlangsung Sukses dan Penuh Kemeriahan