Fakta Mencengangkan: 327 Kepala Desa Dipenjara, Tapi Menteri Malah Serang LSM dan Wartawan! Apa Motifnya?

Selasa, 04 Februari 2025 | 07:59:32 WIB
Fakta Mencengangkan: 327 Kepala Desa Dipenjara, Tapi Menteri Malah Serang LSM dan Wartawan! Apa Motifnya?i Foto:

GentaOnline.co.id--Pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Yandri Susanto menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Aktivis senior pegiat anti-korupsi dari Yayasan Dewan Perwakilan Pusat Komisi Pengawasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi (DPP KPK TIPIKOR), Arjuna Sitepu, menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap peran kontrol sosial yang dijalankan oleh LSM dan wartawan.

Dalam pernyataan tertulisnya pada Senin (3/2/2025), Arjuna menyebut Yandri tidak memahami akar persoalan korupsi di tingkat desa. Ia menyoroti pernyataan menteri yang menuding LSM dan wartawan sebagai "Bodrex" serta menuduh mereka menerima imbalan Rp1 juta per kepala desa, yang jika dikalikan 300 desa, akan lebih besar dari gaji seorang menteri. Menurut Arjuna, logika tersebut tidak masuk akal dan justru menunjukkan bahwa Yandri lebih fokus pada tuduhan terhadap pengawas daripada upaya pemberantasan korupsi itu sendiri.

Arjuna mengingatkan bahwa lebih banyak kepala desa yang dipenjara karena korupsi dana desa ketimbang oknum LSM atau wartawan yang melanggar kode etik. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, sebanyak 327 kepala desa dijerat hukum akibat menggelapkan anggaran desa. Sementara itu, pelanggaran yang dilakukan oleh LSM atau wartawan umumnya hanya berujung pada sanksi organisasi atau pencabutan izin.

Arjuna mempertanyakan mengapa Yandri lebih memilih menyerang LSM dan wartawan, padahal masalah utama terletak pada pengelolaan dana desa yang rawan disalahgunakan. Ia juga menantang menteri untuk lebih serius dalam menangani kepala desa yang terbukti korupsi ketimbang meminta aparat menindak LSM yang justru membantu mengawasi transparansi dana publik.

Desakan agar Presiden Prabowo Subianto mencopot Yandri Susanto dari jabatannya semakin menguat. Menurut Arjuna, pernyataan Yandri berpotensi menciptakan ketegangan antara pemerintah dan kontrol sosial yang sah, serta dapat menghambat upaya pemberantasan korupsi di daerah.

Gelombang kritik terhadap Yandri juga muncul dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan tokoh masyarakat. Pakar hukum tata negara, Prof. Amelia Wijaya, menegaskan bahwa seorang menteri wajib memahami regulasi yang mengatur sektor yang dipimpinnya. Ia menilai bahwa pernyataan yang tidak berdasarkan pemahaman hukum dapat merusak kredibilitas pemerintah dan melemahkan kepercayaan publik.

Hingga berita ini diturunkan, Yandri Susanto belum memberikan klarifikasi resmi terkait pernyataannya. Kantor Kementerian PDTT hanya menyatakan bahwa segala pernyataan menteri didasarkan pada laporan lapangan dan akan ditindaklanjuti melalui koordinasi dengan aparat terkait.

Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintahan Presiden Prabowo dalam mewujudkan janji-janji reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi. Jika tidak segera disikapi dengan tegas, kontroversi ini berpotensi memperburuk citra pemerintah dan memperkuat kesan bahwa masih ada pejabat yang tidak memahami pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.

(Redaksi)

 

Tulis Komentar