Inilah Tampang Oknum RT Ismayadi dan Hotman Silalahi, Terduga Mafia Kawasan Hutan Kota Garo, Kampar

Kampar – Dugaan praktik ilegal pengelolaan kawasan hutan di Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, terus menjadi sorotan. Sejumlah pihak disebut-sebut terlibat dalam pembukaan lahan perkebunan sawit di dalam kawasan hutan tanpa izin. Bahkan, mereka diduga mendapat perlindungan dari oknum aparat penegak hukum (APH) dan polisi kehutanan (Polhut).
Di antara nama yang mencuat dalam skandal ini adalah Hotman Silalahi, pemilik lahan sawit seluas 500 hektare, dan Iswardi, seorang ketua RT setempat, yang disebut-sebut ikut terlibat dalam transaksi jual beli lahan ilegal.
Hotman Silalahi secara terbuka mengakui bahwa dirinya mendapat perlindungan dari sejumlah oknum APH dan Polhut. Ia bahkan dengan percaya diri menyebut bahwa upaya penegakan hukum terhadap dirinya bisa "diatur."
"Ayam kalau masih makan jagung, semua masih bisa kita atur," ujar Hotman dengan nada penuh keyakinan.
Selain mengelola lahan secara ilegal, Hotman juga diduga menjual lahan di kawasan hutan dalam bentuk kapling-kapling kecil, masing-masing dua hektare, dengan bantuan oknum kepala desa dan RT bernama Ismayadi.
"Kami jual lahan, memangnya ada apa? Terserah kami," ujar Hotman dengan santai, seolah mengabaikan aturan hukum yang berlaku.
Selain Hotman Silalahi dan Iswardi, beberapa individu dan kelompok lain yang diduga mengelola lahan secara ilegal di kawasan hutan Kota Garo antara lain:
Aiyu – Mengelola 220 hektare, dibantu Wito sebagai manajer lapangan dan Abi sebagai petugas lapangan.
Kelompok Tani KOPSI – Dipimpin Hansen Willyam, menguasai 400 hektare, dengan Benny sebagai manajer lapangan.
Eddy Kurniawan – Mengelola 337 hektare, dengan Chayono sebagai manajer lapangan.
Komunitas Pecinta Alam Riau, yang diwakili oleh Wagimin, mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak.
"Kami mendesak agar Hotman Silalahi dan kawan-kawan segera ditindak. Mereka jelas-jelas mengolah kawasan hutan secara ilegal dan harus bertanggung jawab. Selain itu, oknum Polhut dan APH yang diduga menerima upeti juga harus diusut," tegas Wagimin.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang terkait langkah hukum yang akan diambil. Namun, jika praktik ini dibiarkan, dampaknya tidak hanya merugikan negara tetapi juga mempercepat kerusakan lingkungan di Riau. (Tim)