SPS Aceh Tolak Revisi UU Penyiaran, Sebut Mengancam Kebebasan Pers

Banda Aceh – Serikat Perusahaan Pers (SPS) Aceh menyatakan penolakannya terhadap revisi Undang-Undang Penyiaran yang tengah dibahas di DPR RI. Regulasi yang tengah digodok tersebut dinilai berpotensi membatasi kebebasan pers serta menghambat hak publik dalam memperoleh informasi yang benar dan berimbang.
Ketua SPS Aceh, Muktarrudin Usman, menegaskan bahwa beberapa poin dalam revisi UU Penyiaran bertentangan dengan prinsip kebebasan pers yang telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah pelarangan investigasi oleh media penyiaran.
“Kami menolak dengan tegas segala bentuk regulasi yang dapat membatasi kebebasan pers. Jika revisi ini disahkan dalam bentuk yang sekarang, maka akan menjadi kemunduran besar bagi demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia, khususnya di Aceh,” ujar Muktarrudin, Selasa (26/3).
SPS Aceh juga menyoroti upaya perluasan kewenangan lembaga penyiaran dalam mengontrol isi jurnalistik. Menurut Muktarrudin, hal ini merupakan bentuk intervensi terhadap independensi media yang seharusnya tetap berada di bawah pengawasan Dewan Pers.
“Kami berharap pemerintah dan DPR RI lebih bijak dalam menyusun regulasi terkait pers dan penyiaran. Jangan sampai kebijakan yang diambil justru melemahkan fungsi kontrol sosial yang selama ini dijalankan oleh pers,” tegasnya.
SPS Aceh mengajak seluruh insan pers, organisasi media, serta masyarakat sipil untuk bersatu dalam mempertahankan kebebasan pers. Mereka juga mendesak DPR RI agar membuka ruang dialog lebih luas dengan insan pers sebelum mengambil keputusan terkait revisi UU Penyiaran.
Sebagai organisasi yang menaungi perusahaan pers di Aceh, SPS Aceh berkomitmen untuk terus mengawal perkembangan revisi ini serta memperjuangkan kebebasan pers yang sehat dan bertanggung jawab. (rls)