Anak Perempuan di Bawah Umur Asal Payakumbuh Diduga Dijual Melayani Pemabuk di Cafe Karaoke Lipat Kain Utara

LIPAT KAIN UTARA – Riuh malam Sabtu (18/5/2025) di sebuah warung remang-remang berujung pada ditemukannya dua anak perempuan di bawah umur tengah bekerja sebagai pemandu karaoke di Desa Lipat Kain Utara, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau.
Kedua anak ini — NY dan JHN — berasal dari Kabupaten Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat. Keberadaan mereka terungkap setelah keluarga NY menyebarkan informasi kehilangan melalui media sosial dan melacak jejaknya hingga ke “Kodai Ita Centol”, sebuah cafe karaoke yang cukup dikenal di kawasan tersebut.
Ditemui pihak berwajib, NY mengaku telah bekerja selama 10 hari di cafe itu. Ia mengisahkan dirinya mengalami kekerasan dari anggota keluarganya sebelum memutuskan pergi meninggalkan rumah. NY pun menyebutkan orang tuanya telah bercerai sejak ia berusia 4 tahun, dan sang ayah kini tidak diketahui keberadaannya. Namun, ia menduga sang ayah berada di Pekanbaru.
Senada dengan NY, JHN — yang lahir pada 2010 dan masih duduk di bangku kelas 1 SMP — menuturkan dirinya tidak ingin berpisah dengan NY yang telah menjadi sahabatnya sejak kecil.
Pemilik cafe karaoke, seorang perempuan bernama Ita, berdalih tidak pernah merekrut secara langsung kedua anak tersebut. Ia menyebut anak-anak itu diserahkan oleh seorang wanita bernama Laras, pengelola cafe karaoke lain di daerah Pondok Rambutan. Laras sendiri, kata Ita, mendapatkan NY dari seorang bernama Ayang, yang disebut-sebut sebagai kakak dari salah satu pekerja di cafe.
Namun pengakuan ini tidak menghapus kekhawatiran masyarakat, terutama masyarakat Adat Kampar Kiri, yang mengecam keras praktik pemanfaatan anak di bawah umur di tempat hiburan malam.
“Ini tidak hanya soal pelanggaran hukum, tapi sudah mencederai nilai-nilai adat dan kemanusiaan,” kata salah satu tokoh adat Kenegerian Kampar Kiri.
Mereka mendesak aparat penegak hukum dan Tim Yustisi Kabupaten Kampar untuk melakukan penyelidikan menyeluruh, mengungkap semua pihak yang terlibat, dan memberikan sanksi tegas.
Praktik ini jelas melanggar sejumlah regulasi yang mengatur perlindungan anak.
Di antaranya, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 68 yang menyebutkan bahwa anak di bawah 18 tahun dilarang bekerja dalam bentuk apapun yang membahayakan kesehatan, keselamatan, dan moral anak.
Selain itu, UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan PP No. 11 Tahun 2021 tentang BUMDes menggarisbawahi pentingnya lingkungan kerja yang aman dan bebas eksploitasi bagi anak-anak.
Melalui sambungan WhatsApp, keluarga dari anak-anak tersebut mengonfirmasi akan segera menjemput mereka dari Kampar dan membawa kembali ke Payakumbuh.
Sementara itu, pihak berwenang di Kabupaten Kampar telah mulai mendalami kasus ini dan membuka koordinasi dengan Dinas Sosial serta kepolisian setempat untuk proses lebih lanjut.
Tragedi ini menjadi cermin buram atas lemahnya pengawasan terhadap praktik eksploitasi anak di daerah-daerah pelosok. Masyarakat berharap agar kejadian ini menjadi titik tolak untuk membenahi sistem perlindungan anak di Kampar, serta meningkatkan peran adat, tokoh masyarakat, dan lembaga pendidikan dalam memberikan edukasi dan pengawasan.
“Anak-anak harus tumbuh dalam kasih sayang, bukan dalam cengkeraman industri malam,” ujar salah seorang ibu rumah tangga setempat dengan mata berkaca.
(Laporan: Edy Lelek)