Agung Nugroho Cuci Tangan Usai Disebut Ada Pemotongan 10 Persen: Sejumlah Pejabat Pemko Pekanbaru Dinonaktifkan

Selasa, 27 Mei 2025 | 13:35:01 WIB
Agung Nugroho Cuci Tangan Usai Disebut Ada Pemotongan 10 Persen: Sejumlah Pejabat Pemko Pekanbaru Dinonaktifkani Foto:

Pekanbaru – Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho mengambil langkah tegas usai mencuatnya dugaan pemotongan dana sebesar 10 persen di lingkungan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru. Dalam pernyataannya, Agung menonaktifkan sementara sejumlah pejabat yang disebut-sebut dalam kasus dugaan korupsi, termasuk yang telah diperiksa sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Benar, ada sejumlah pejabat yang dinonaktifkan karena terkait dengan status mereka sebagai saksi dalam kasus korupsi yang sedang berjalan," ujar Kepala Inspektorat Kota Pekanbaru, Iwan Simatupang, Senin (26/5/2025).

Iwan menjelaskan bahwa pemeriksaan juga dilakukan secara internal oleh Inspektorat Kota Pekanbaru atas instruksi langsung dari Wali Kota. Penonaktifan dilakukan untuk memastikan para pejabat bisa fokus menjalani proses hukum dan klarifikasi secara profesional.

"Ini bukan hanya karena mereka jadi saksi. Kami juga periksa sesuai petunjuk Pak Wali untuk memastikan tidak ada pelanggaran lain di internal," tambah Iwan.

Langkah ini menyusul kesaksian dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Seorang saksi dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mengungkapkan bahwa praktik pemotongan dana Ganti Uang (GU) dan Tambah Uang (TU) sebesar 10 persen masih berlangsung di beberapa instansi.

Merespons temuan tersebut, Wali Kota Agung segera menerbitkan Instruksi Wali Kota Pekanbaru tentang larangan suap, pungutan liar, gratifikasi, serta pemotongan dana GU dan TU. Ia menyatakan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi di lingkungan Pemko Pekanbaru.

"Langkah ini merupakan komitmen saya dalam mendukung pemberantasan korupsi di lingkungan Pemko Pekanbaru," tegas Agung, Sabtu (24/5/2025).

Ia juga menegaskan bahwa seluruh nama pejabat yang muncul dalam dakwaan akan menjalani pemeriksaan oleh Inspektorat. Sementara jabatan mereka akan dijabat oleh pelaksana harian (Plh) sampai seluruh proses pemeriksaan tuntas.

Jika terbukti melakukan praktik pemotongan dana atau gratifikasi, para pejabat tersebut bisa dijerat dengan:

Pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, yang mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi.

Ancaman hukuman: Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Selain itu, dapat pula dijerat dengan Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor bila terbukti menerima hadiah atau janji karena kekuasaan atau jabatan yang dimilikinya.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menambah tekanan pada Wali Kota Agung untuk melakukan bersih-bersih secara menyeluruh dalam tubuh birokrasi Kota Pekanbaru. Langkah lanjut yang ditempuh Inspektorat dan KPK akan menjadi penentu arah penegakan integritas birokrasi daerah ke depan. (*)

 

 

Tulis Komentar