Sengketa Tanah DPRD Inhil Memanas, Kuasa Hukum: SHP Pemkab Inhil Dipakai di Dua Lokasi Berbeda?

Rabu, 25 Juni 2025 | 08:38:28 WIB
Sengketa Tanah DPRD Inhil Memanas, Kuasa Hukum: SHP Pemkab Inhil Dipakai di Dua Lokasi Berbeda?i Foto:

Tembilahan – Persidangan perkara perdata atas gugatan Abdul Samad terhadap Bupati Indragiri Hilir (Inhil) dan pihak terkait, terus berlanjut di Pengadilan Negeri Tembilahan. Kasus yang teregister dengan nomor perkara 17/Pdt.G/2024/PN.Tbh itu kini memasuki tahap pembuktian saksi dari pihak penggugat, Senin (23/6/2025).

Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Janner Kristiadi, SH., MH, bersama anggota Pantun Lumban Gaol, SH., MH dan Jonta Ginting, SH., MH, mendengarkan keterangan dua orang saksi dari pihak penggugat, yakni Muhammad Saleh dan Manuntun Simanullang.

Kuasa Hukum Abdul Samad, Dr. Freddy Simanjuntak, SH., MH, menyampaikan bahwa kesaksian Manuntun Simanullang memperkuat argumentasi dalam gugatan. Dalam sidang, saksi menyebut pernah diminta oleh Abdul Samad pada tahun 2022 untuk membantu proses balik nama tanah yang terletak di Jl. Lintas Terusan Mas, Lintas Beringin (Parit 16), yang disebut sebagai milik penggugat.

Namun saat mendatangi Kantor Kelurahan Tembilahan Hilir, staf kelurahan menolak memproses pengurusan karena mengklaim tanah tersebut adalah milik Pemkab Inhil berdasarkan Sertipikat Hak Pakai (SHP) No. 76 Tahun 2008. Anehnya, kata Freddy, SHP yang sama juga digunakan sebagai dasar klaim kepemilikan atas lokasi lain, yakni di Jl. H.R. Soebrantas, tempat berdirinya Gedung DPRD Inhil saat ini.

“Apakah mungkin satu SHP digunakan untuk dua lokasi yang berbeda? Ini yang menjadi kejanggalan utama dalam perkara ini,” ujar Freddy kepada media.

Kesaksian tersebut juga selaras dengan dokumen dari Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Inhil yang dikirimkan ke Kementerian Sekretariat Negara RI pada 2019. Surat itu menanggapi pengaduan dari Kantor Hukum Freddy Simanjuntak yang sebelumnya melaporkan ke Presiden RI terkait konflik kepemilikan tanah tersebut.

Freddy juga mengkritisi klaim sepihak yang menyebut gugatan Abdul Samad telah kandas setelah Mahkamah Agung menyatakan perkara tidak dapat diterima dalam putusan Kasasi Nomor 94 K/TUN/2024. Menurutnya, putusan itu tidak berarti kemenangan bagi pihak tergugat karena Mahkamah hanya menilai bahwa sengketa tersebut berada di ranah peradilan umum, bukan Tata Usaha Negara.

“Putusan itu tidak membahas substansi pokok perkara, tidak ada satu pun disebut bahwa SHP No. 76 atau SHP lainnya milik tergugat memiliki kekuatan hukum tetap,” tegas Freddy.

Ia juga menyebut bahwa sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru dan Pengadilan Tinggi TUN Medan telah memutuskan untuk mencabut dua SHP atas nama Pemkab Inhil serta 12 sertipikat hak milik atas nama warga lain yang berada di atas tanah yang diklaim milik Abdul Samad.

Ironisnya, menurut Freddy, pada tahun 2006 dan 2007, BPN Inhil justru pernah menerbitkan sertipikat hak milik kepada pihak lain berdasarkan jual beli yang dilakukan Abdul Samad—fakta yang ia anggap sebagai pengakuan yuridis atas kepemilikan sah kliennya. Namun, satu tahun kemudian, pada 2008, BPN kembali menerbitkan SHP No. 76 atas nama Pemkab di lokasi yang sama.

“Di sinilah akar konflik dimulai. Ini bukan hanya soal administrasi tanah, ini soal keadilan,” kata Freddy, yang juga menjabat sebagai Ketua GRANAT Riau dan mantan anggota DPRD Riau.

Pihak penggugat berharap Majelis Hakim dapat mempertimbangkan keseluruhan bukti dan kesaksian dalam memutus perkara kepemilikan tanah dan dugaan perbuatan melawan hukum ini secara objektif. Proses sidang akan terus berlanjut dalam waktu dekat. (Tim)

 

Tulis Komentar