Dispora Pekanbaru Dikecam: Lomba Menulis Dinilai Tak Sesuai Tupoksi, Atlet Terabaikan

PEKANBARU — Kebijakan Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kota Pekanbaru yang menggelar lomba menulis opini berhadiah total Rp10 juta memicu gelombang kritik tajam dari kalangan pengamat, pelatih, hingga atlet. Banyak pihak menilai program ini melenceng dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Dispora sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 90 Tahun 2019 dan Kepmendagri 050-5889 Tahun 2021 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Dalam aturan tersebut, bidang kepemudaan dan olahraga seharusnya fokus pada pembinaan atlet, penyediaan sarana dan prasarana olahraga, pelatihan, hingga peningkatan prestasi olahraga. Namun, Dispora justru memprioritaskan program literasi yang dianggap tak relevan dengan kebutuhan mendesak dunia olahraga di daerah.
Lomba menulis yang ditujukan untuk warga berusia 16 hingga 40 tahun ini diumumkan melalui kanal resmi Dispora dan disebut bertujuan "mendorong literasi pemuda." Namun, alih-alih menuai apresiasi, langkah ini justru menuai kecaman luas.
“Kita Butuh Bola, Bukan Tulisan”
Salah satu kritik paling tajam datang dari Rahmat Handayani, pemerhati olahraga dan Presiden Club Suaraaktual FC. Ia menyebut lomba opini tersebut sebagai bentuk pelarian dari tanggung jawab utama Dispora.
“Ini bukan hanya salah arah, tapi sudah menyepelekan kebutuhan dasar atlet. Di saat para atlet dan pelatih kita berteriak karena minimnya peralatan dan dukungan, Dispora malah sibuk urus lomba menulis. Kita sedang butuh bola, matras, sepatu—bukan tulisan,” tegas Rahmat, Rabu (23/7/2025).
Ia pun meminta Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, turun tangan mengevaluasi Kepala Dispora Pekanbaru, Hazli Fendriyanto, yang dinilai telah gagal menjalankan mandatnya.
“Kepada Wali Kota, tolong beri peringatan keras kepada Kadispora. Dunia olahraga ini bukan panggung seremonial dan proyek asal-asalan. Kami punya generasi muda bertalenta yang butuh didampingi dan difasilitasi,” tambahnya.
Kritik tak berhenti di tingkat pengamat. Sejumlah pelatih dari cabang olahraga seperti atletik, taekwondo, bola voli, dan renang mengungkapkan bahwa mereka kesulitan mendapatkan fasilitas latihan yang layak. Banyak atlet yang masih menggunakan alat pinjaman atau bahkan berlatih di tempat umum tanpa standar keselamatan.
Seorang pelatih olahraga bela diri yang enggan disebut namanya mengaku harus patungan bersama orang tua atlet hanya untuk membeli matras bekas.
“Kami ini bukan minta banyak. Hanya butuh perlengkapan dasar, ruang latihan, dan perhatian. Tapi Dispora malah bikin lomba opini dengan hadiah belasan juta. Ini menyakitkan,” ujarnya lirih.
Selain itu, sejumlah pengurus klub olahraga swasta mengaku sulit mengakses bantuan dari pemerintah daerah. Mereka menyebut adanya praktik persaingan tidak sehat dengan proposal-proposal fiktif dari lembaga tanpa program pembinaan nyata.
Menanti Sikap Tegas Wali Kota
Di tengah gejolak kritik, publik kini menanti sikap Wali Kota Agung Nugroho yang selama ini dikenal vokal soal efisiensi anggaran dan prioritas berbasis hasil. Banyak pihak mendorong agar Pemkot Pekanbaru melakukan evaluasi menyeluruh terhadap arah kebijakan dan kinerja Dispora.
“Kalau benar Wali Kota ingin Pekanbaru punya prestasi olahraga, maka ini momen tepat untuk bersih-bersih dinas. Jangan biarkan dana publik dihambur-hamburkan untuk program yang tidak menyentuh akar persoalan,” tegas Rahmat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Dispora Kota Pekanbaru. Namun yang pasti, suara kekecewaan dari para pelaku olahraga di lapangan kini jauh lebih nyaring dibanding sayembara opini yang tengah digagas dinas tersebut. (lelek)