BENDERA KOYAK DI GERBANG SMPN 7 TAMBANG – ORANGTUA MURID TURUN TANGAN, KEPALA SEKOLAH DITUDING ABAIKAN SIMBOL NEGARA

Kampar – Menjelang perayaan HUT RI ke-80, pemandangan memalukan terlihat di gerbang SMPN 7 Tambang, Kabupaten Kampar. Bendera Merah Putih — lambang kehormatan negara — dibiarkan koyak, lusuh, dan memudar di tiang sekolah. Seruan Presiden RI, Prabowo Subianto, untuk mengibarkan bendera layak tampaknya tak digubris pihak sekolah.
Tony Chaniago, SH, tokoh muda sekaligus pengurus Karang Taruna Kecamatan Tambang, mengaku tak sanggup lagi menahan rasa miris. Setiap kali mengantar anaknya ke sekolah, matanya selalu tertuju pada bendera compang-camping itu, yang menurutnya seolah menampar harga diri bangsa.
“Bendera itu makin hari makin koyak. Untuk apa dipasang kalau hanya membuat malu bangsa? Akhirnya saya putuskan membawa bendera baru dari rumah untuk sekolah ini,” tegas Tony.
Tony menilai, sekolah seharusnya menjadi teladan dalam penghormatan terhadap simbol negara. Ia khawatir, jika sejak dini anak-anak terbiasa melihat bendera rusak, kelak mereka tumbuh tanpa rasa hormat terhadap nilai kebangsaan.
Yang membuat publik terheran-heran, Kepala Sekolah SMPN 7 Tambang, Drs. Maisal Amri, dinilai mengabaikan himbauan Presiden. Padahal, sekolah ini menerima Dana BOS sekitar Rp700 juta per tahun. Ironisnya, anggaran sebesar itu tidak digunakan — atau tidak mau digunakan — untuk membeli sehelai bendera baru yang harganya relatif murah.
“Mungkin memang di sinilah peran orangtua yang sesungguhnya. Kalau pihak sekolah tak mau bergerak, orangtua harus turun tangan,” sindir Tony.
Perlu diketahui, penghormatan terhadap Bendera Merah Putih diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Pasal 24 huruf c menegaskan bahwa setiap orang dilarang “mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam.”
Pasal 66 menyebutkan pelanggaran pasal tersebut dapat dikenakan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.
Kejadian di SMPN 7 Tambang ini menjadi ironi besar. Di tengah semangat nasionalisme yang seharusnya membuncah menjelang 17 Agustus, justru di sebuah institusi pendidikan simbol negara dibiarkan ternoda. Pertanyaannya, apakah rasa hormat terhadap Merah Putih kini sudah sedemikian murah di mata para pendidik?
(edy lelek)