Diduga Alihkan Tanah Desa ke Nama Pribadi, Kades Kepenuhan Timur Rohul Disorot

ROKAN HULU — Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat di Kabupaten Rokan Hulu. Seorang Kepala Desa (Kades) aktif di Kecamatan Kepenuhan Timur, berinisial Az, diduga mengalihkan tanah milik desa seluas 7 hektare ke atas nama pribadinya.
Informasi tersebut diungkapkan oleh seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya. Menurutnya, tanah tersebut awalnya merupakan hibah dari tokoh masyarakat berinisial H. Btr, dan hasilnya selama ini diperuntukkan bagi anak yatim, janda, dan warga kurang mampu di Desa Kepenuhan Timur.
Namun, setelah Az menjabat sebagai kepala desa, status tanah itu diduga dialihkan ke namanya sendiri. Sejak saat itu, hasil pengelolaan tanah tidak lagi disalurkan kepada pihak yang berhak.
> “Tanah itu sudah dikuasai lebih dari sepuluh tahun. Padahal dulu hasilnya digunakan untuk anak yatim dan janda. Sekarang malah diduga dialihkan ke nama pribadi dan hasilnya tidak masuk kas desa,” ujar narasumber, Minggu (19/10/2025).
Warga berharap aparat penegak hukum (APH) segera menyelidiki dugaan penggelapan aset desa tersebut. Mereka menilai tindakan itu berpotensi termasuk tindak pidana korupsi atau penggelapan aset negara, apalagi masa jabatan Kades Az dikabarkan akan segera berakhir.
Publik juga mendesak agar Kejaksaan Negeri Rokan Hulu turun tangan menelusuri kasus ini, mengingat aset yang dialihkan merupakan tanah desa yang semestinya dikelola untuk kepentingan sosial masyarakat.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp di nomor 0822-1822-5xxx, Kades Az memilih bungkam dan tidak memberikan klarifikasi maupun hak jawabnya. Padahal, tanggapan dari yang bersangkutan dinilai penting agar pemberitaan menjadi seimbang dan tidak bersifat sepihak.
Mengalihkan tanah desa menjadi milik pribadi dapat dikenakan sanksi pidana dan perdata. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan tersebut dapat dijerat Pasal 372 tentang penggelapan dan Pasal 385 tentang penipuan dalam jual beli tanah, dengan ancaman hukuman penjara.
Secara perdata, tindakan itu juga tidak sah secara hukum, dan tanah yang dialihkan akan dikembalikan ke hak penguasaan desa.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh aparatur desa agar berhati-hati dalam mengelola aset milik masyarakat. (lelek)