Sekda Kampar Tuding Bupati Pembohong Luar Biasa, Tokoh Adat Turun Gunung Serukan Harmoni dan Marwah Pemerintahan

Jumat, 24 Oktober 2025 | 07:42:14 WIB
Sekda Kampar Tuding Bupati Pembohong Luar Biasa, Tokoh Adat Turun Gunung Serukan Harmoni dan Marwah Pemerintahani Foto:

KAMPAR – Suasana pemerintahan Kabupaten Kampar tengah bergejolak. Polemik mencuat usai pernyataan keras Sekretaris Daerah (Sekda) Kampar, Hambali, yang secara terbuka menuding Bupati Kampar, Ahmad Yuzar, sebagai sosok yang “bohongnya luar biasa”. 

Ucapan itu memantik kegaduhan besar di tubuh pemerintahan dan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat “Negeri Serambi Mekkah” yang selama ini menjunjung tinggi nilai adat dan agama.

Pernyataan yang disampaikan di muka publik itu dinilai melampaui batas kepatutan birokrasi. Banyak pihak menilai gaya komunikasi Hambali dapat mencederai marwah pemerintahan dan menimbulkan kegaduhan di internal aparatur sipil negara. “Ini bukan lagi kritik, tapi pernyataan yang bisa meruntuhkan wibawa institusi,” ujar salah satu pejabat Pemkab Kampar yang enggan disebutkan namanya.

Menyikapi polemik tersebut, suara kearifan lokal mulai mengemuka. Tokoh adat Datuk Kholifah dari Kenegerian Kuntu, Kampar Kiri, menyatakan keprihatinan mendalam atas cara Sekda menyampaikan kritik. “Kami menyebut bahwa kritikan Sekda tidak pantas. Bagaimana mungkin seorang Sekda menyebut Bupati pembohong di depan publik?” ujarnya, Kamis (23/10/2025).

Menurutnya, perbedaan pendapat adalah hal wajar, tetapi penyelesaiannya harus mengedepankan musyawarah, mufakat, dan kepala dingin. “Apa pun permasalahannya, cari jalan baik. Jangan saling menjatuhkan di hadapan khalayak ramai,” tegasnya.

Datuk Kholifah mengingatkan pentingnya menjaga marwah pemimpin dan etika pemerintahan. Ia mengimbau agar Sekda tetap menghormati hierarki jabatan, sementara Bupati pun tidak bersikap semena-mena terhadap bawahannya. “Sekda jangan melawan pimpinan, tapi pimpinan juga jangan menekan bawahan. Hormati posisi dan tanggung jawab masing-masing,” katanya.

Ia juga menegaskan agar kedua belah pihak tidak melupakan keberadaan lembaga adat sebagai penyangga moral daerah. “Pandanglah kami selaku pemangku adat di Negeri Serambi Mekkah ini. Kami siap menjadi penengah bila marwah negeri mulai tercederai,” pungkasnya.

Polemik ini menjadi ujian berat bagi kepemimpinan di Kabupaten Kampar. Masyarakat berharap agar kedua pihak segera menurunkan tensi dan mengedepankan kepentingan daerah. Jika tidak segera diredam, ketegangan antara Bupati dan Sekda dikhawatirkan berdampak pada pelayanan publik dan stabilitas pemerintahan.

Dalam pandangan hukum adat Kampar yang berlandaskan falsafah “Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah”, ucapan yang berpotensi menjatuhkan martabat pemimpin dianggap menyalahi prinsip “tibo di kato nan indak elok, turunlah nan bijak menimbang”, pesan agar pejabat berhati-hati dalam berkata di hadapan umum.

Secara regulatif, etika pejabat pemerintah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, serta Perda Kabupaten Kampar Nomor 2 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat yang menegaskan peran ninik mamak dalam menjaga harmoni dan ketenteraman di tengah pemerintahan. (Tim)

Tulis Komentar