Istana Minta Pansus Jiwasraya ‘Ditenggelamkan’? Ada Aroma ‘Busuk’ Yang Mulai Tercium

GENTAONLINE.COM - Satu per satu fakta mulai terkuak. Main kucing-kucingan di Pansus Jiwasraya sudah terlihat semakin terang benderang. Apakah kita masih percaya kasus Jiwasraya yang merugikan negara kurang lebih Rp 13,7 Triliun ini adalah hal yang biasa-biasa saja?
Pernyataan mengejutkan keluar dari ujung tombak Partai Gerindra, Fadli Zon. Politisi asal Sumatera Barat ini mengaku awalnya Gerindra sepakat untuk mengajukan Pansus Jiwasraya.
Namun Fadli mengakui, karena Gerindra merupakan bagian dari koalisi pemerintah, partai yang mempunyai jargon “timbul tenggelam bersama rakyat” ini akhirnya memenuhi kehendak istana untuk hanya mengusulkan Panja.
Fadli pun memberikan sinyal, penolakan Pansus Jiwasraya berasal dari orang nomor satu di Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Selain pengakuan Fadli, sikap Puan Maharani yang terus-terusan menolak Pansus juga tidak mencerminkan sikap seorang Pimpinan DPR RI.
Selayaknya seorang leader, Puan semestinya bisa mengayomi hak anggota dewan lainnya yang dijamin oleh undang-undang. Bukan malah sebaliknya, melakukan intervensi dengan kekuasaan dan jumlah kursi besar yang dimilikinya di parlemen.
Patut diduga, ‘penenggelaman’ Pansus Jiwasraya adalah upaya yang terstruktur dan sistematis. Bayangkan, usulan Pansus Jiwasraya yang ditandatangani oleh 54 orang Fraksi Partai Demokrat dan 50 orang Fraksi PKS yang sebelumnya telah diserahkan kepada salah seorang Pimpinan DPR, Azis Syamsuddin, bisa sampai tidak diketahui oleh pimpinan dewan lainnya.
Pengakuan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di rapat Paripurna DPR yang menyebut tidak tahu dengan usulan Pansus Jiwasraya menunjukkan pimpinan dewan tidak bekerja secara kolektif kolegial. Terkesan, ‘main kucing-kucingan’ pimpinan dewan terkait usulan pansus ini sudah ada kendali dari ‘atas’.
Kesan ini juga turut memperkuat opini publik atas pertemuan Firli Cs (Pimpinan KPK)dengan Pimpinan DPR yang ‘berurusan’ dengan lembaga antirasuah tersebut. Terkesan, Firli yang dianggap beberapa pihak seperti ICW, YLBHI, dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi sebagai orang yang bertanggung jawab atas pelemahan KPK, adalah ‘perpanjangan’ tangan dalam upaya mengunci rapat koalisi pemerintahan.
Diketahui, Pimpinan DPR asal PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pernah beberapa kali diperiksa penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek di Kementerian PUPR tahun 2016. Sedangkan Pimpinan DPR dari Golkar, Azis Syamsuddin pernah diperiksa kasus “mafia anggaran” dan pernah dilaporkan kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) yang menjerat eks Bupati Lampung Tengah, Mustafa.
Dengan skema kunci rapat ini, patut diduga bahwa kasus Jiwasraya bukanlah kasus remeh temeh biasa. Ada ‘borok’ yang hendak ditutup-tutupi dari publik. Bisa diprediksi, jika tidak ada desakan yang lebih kuat dari civil society, maka usulan Pansus yang diajukan oleh Demokrat dan PKS hanya akan berujung pada lempar-lemparan bola ke sana kemari saja.
Bukan memprovokasi, UU KPK adalah salah satu bukti kerja terselubung yang akhirnya berujung pada pelemahan KPK. Jika DPR yang mempunyai fungsi pengawasan tidak menjalankan tugasnya, lalu kepada siapa negara ini hendak disandarkan. Ya, akhirnya rakyat sebagai tulang punggung terakhir NKRI harus ikut serta menyoroti dan mengawasi kinerja eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kalau rakyat diam, maka jangan heran jika sejengkal demi sejengkal kita kehilangan kedaulatan dan harga diri kita sebagai bangsa besar.(ptc)