Honorer R2 dan R3 Merasa Tertinggal, PPPK Paruh Waktu Dinilai Tak Cukup Menjawab Harapan

JAKARTA – Sejumlah honorer kategori R2 dan R3 di Indonesia mengungkapkan rasa pesimisme terhadap skema pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu yang diperkenalkan oleh pemerintah. Mereka menilai, mekanisme ini bukanlah solusi untuk permasalahan kesejahteraan honorer yang sudah lama dihadapi, apalagi dengan ketidakpastian terkait masa transisi dari paruh waktu ke status penuh waktu.
Eko Wibowo, Ketua ASN PPPK Guru 2022 Provinsi Riau, mengungkapkan bahwa para honorer merasa kecewa dan terabaikan. Hal ini terutama disebabkan tidak adanya formasi PPPK tahap pertama untuk tahun 2024 bagi honorer R2 dan R3. Para honorer mengungkapkan kesedihan mereka, bahkan menangis di hadapan Sahidin, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN, yang berusaha menampung aspirasi mereka.
“Honorer R2 dan R3 yang tidak ada formasi PPPK 2024 tahap pertama merasa sangat terpuruk. Mereka berjuang bertahun-tahun, namun masa depan mereka kini tak pasti. Tidak ada jaminan kapan mereka bisa mendapatkan status lebih baik,” ujar Eko dalam wawancaranya dengan JPNN.com.
Eko Wibowo, yang juga menjabat sebagai Ketua Aliansi Honorer Nasional (AHN) Provinsi Riau, mengkritik kebijakan pemerintah yang terkesan lambat dalam menanggapi nasib honorer. Ia membandingkan situasi saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang memungkinkan honorer diangkat menjadi PNS melalui seleksi administrasi yang lebih sederhana. Saat ini, kebijakan PPPK dinilai terlalu rumit dan tidak memberikan kepastian bagi honorer.
“Dulu, honorer bisa langsung diangkat menjadi PNS dengan seleksi administrasi, tapi sekarang honorer harus berjuang keras untuk mendapatkan status yang layak. Di masa sekarang, pemerintah seharusnya bisa memberikan solusi yang lebih adil,” tambahnya.
Keluhan honorer ini semakin memuncak dengan ketidakpastian apakah skema PPPK paruh waktu ini dapat mengarah pada status penuh waktu dalam waktu dekat. Rencana aksi damai pun mulai digalakkan oleh sejumlah honorer sebagai bentuk protes terhadap kebijakan tersebut. Mereka berharap bisa menyampaikan aspirasi secara langsung kepada pemerintah dan anggota legislatif.
Rapat dengar pendapat (RDP) yang sedianya dilaksanakan pada 4 Februari 2025 antara Komisi II DPR RI, KemenPAN-RB, BKN, dan forum honorer, harus ditunda. Penundaan ini berimbas pada semakin meluasnya aksi honorer di berbagai daerah yang menuntut perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada kesejahteraan mereka.
Para honorer berharap agar pemerintah segera mendengarkan keluhan mereka dan menemukan solusi yang lebih baik dalam waktu yang tidak terlalu lama. (rls)