Penertiban PETI Kuansing Disorot: Enam Mobil Polisi Dirusak, Wartawan Dianiaya, Diduga Ada Main di Balik Razia

Kuansing--Di balik gegap gempita razia Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, tersimpan aroma permainan kotor yang mulai terendus.
Penertiban yang dipimpin langsung oleh Kapolres Kuansing AKBP Raden Ricky Pratidiningrat di Desa Pulau Bayur, Kecamatan Cerenti, pada Selasa (7/10/2025), justru berakhir ricuh dan menimbulkan luka — bukan hanya secara fisik, tapi juga moral aparat penegak hukum.
Kronologi di lapangan menunjukkan situasi yang nyaris di luar kendali. Saat rombongan Kapolres dan awak media memasuki lokasi penambangan, sekelompok preman yang diduga bagian dari jaringan PETI melakukan serangan brutal.
Enam kendaraan dinas polisi, termasuk mobil Kapolres Kuansing, dirusak massa. Seorang wartawan, Ayub Kelana, babak belur dikeroyok saat sedang meliput.
“Saya lagi liputan, tiba-tiba diserang. Mereka pukul wajah saya berkali-kali, padahal saya bersama rombongan Kapolres,” tutur Ayub kepada GentaOnline dengan suara bergetar.
Aksi anarkis itu menandakan satu hal: PETI di Kuansing bukan lagi sekadar pelanggaran lingkungan — tapi sudah menjadi jaringan bisnis ilegal yang berani menantang negara.
“Penertiban Hanya Formalitas”
Tak lama setelah insiden tersebut, muncul kritik tajam dari Ketua LSM Gerakan Anti Korupsi dan Penyelamatan Aset Negara (Gakorpan) Riau, Rahmad Panggabean.
Ia menilai penertiban yang dilakukan oleh aparat di Kuansing hanyalah “pertunjukan formalitas” untuk meredam pemberitaan viral.
“Kalau memang serius, kenapa setiap razia hanya ditemukan satu unit alat asbuk tidak beroperasi lalu dibakar? Itu cuma akal-akalan. Sudah dikabari dulu ke pelaku PETI agar bersih-bersih sebelum razia,” ungkap Rahmad dari Jakarta saat dihubungi GentaOnline.
Lebih mengejutkan lagi, Rahmad mengaku sempat diiming-imingi sejumlah uang oleh seseorang bernama Leon, yang disebut-sebut sebagai kaki tangan pemilik PETI.
“Mereka pikir bisa beli saya. Setelah saya tolak, barulah Kapolsek Hulu Kuantan gelar penertiban. Jelas ada sesuatu yang ditutupi,” katanya tajam.
Sementara itu, Ketua LSM PKA-PPD Riau, Taufik Hidayat, menyebut kejadian di Cerenti sebagai tamparan keras untuk Polri.
“Mobil dinas Kapolres saja dirusak! Ini artinya mafia PETI di Riau lebih kuat dari hukum. Ini pelecehan terhadap institusi kepolisian,” ujarnya prihatin.
Taufik mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk turun tangan langsung, menindak tegas jaringan ilegal yang telah mempermalukan aparat di lapangan.
“Ucapan Pak Kapolri soal komitmen pemberantasan tambang ilegal jangan cuma jadi slogan. Buktikan dengan tindakan nyata di Riau,” tegasnya.
Ada yang Ditutupi?
Sumber internal GentaOnline di lingkungan penegak hukum Kuansing menyebut, sebelum operasi digelar, informasi razia sudah bocor ke para pelaku PETI. Alhasil, ketika aparat tiba, sebagian besar alat berat dan peralatan tambang sudah disembunyikan.
Yang tertinggal hanya satu unit asbuk — kemudian dibakar untuk dokumentasi razia.
Fenomena ini memperkuat dugaan adanya kebocoran informasi dan koordinasi gelap antara oknum aparat dengan pemain PETI di lapangan.
Tantangan Terbuka untuk Kapolres Kuansing
Kasus ini kini menjadi ujian besar bagi Kapolres Kuansing AKBP Raden Ricky Pratidiningrat.
Ia harus membuktikan bahwa institusinya tidak sedang bermain dua kaki: di satu sisi menertibkan, di sisi lain menutup mata terhadap praktik tambang ilegal yang sudah menggurita.
Warga Kuansing menanti langkah tegas — bukan sekadar razia simbolik yang berakhir ricuh tanpa hasil nyata.
Jika tidak, publik akan menilai bahwa penertiban PETI di Kuansing hanyalah operasi formalitas yang dipentaskan untuk menenangkan pemberitaan. (TIM)