Luluh Lantak! Tahura Diduga Digarap PT Raka Milik Dedi Handoko

Pekanbaru – Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim (SSH) di Provinsi Riau semakin kritis akibat perambahan masif. Dari total luas 6.172 hektare (Ha), sekitar 70 persen telah berubah fungsi menjadi kebun kelapa sawit ilegal.
Salah satu perusahaan yang diduga kuat menggarap kawasan konservasi ini adalah PT Raka, yang menurut sumber terpercaya dimiliki oleh Dedi Handoko, dengan Alex, mantan Sekretaris KNPI Kampar, sebagai Direktur.
Menurut Matnuril, Kepala UPT KPHP Minas Tahura, pihaknya telah melakukan Konsultasi Publik Revisi Penataan Blok dan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Tahura SSH untuk menyesuaikan kondisi lapangan akibat perambahan ilegal.
"Berdasarkan hasil inventarisasi tim dari Universitas Riau, sekitar 71 persen kawasan Tahura SSH sudah dirambah. Dominasi penggunaan lahan adalah kebun kelapa sawit, pemukiman, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan jalan desa," ujarnya.
Pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebenarnya sudah menegaskan bahwa seluruh sawit ilegal di Tahura SSH harus dicabut. Irwansyah Tanjung, Staf Khusus Menteri Kehutanan era MS Kaban, pernah menyatakan komitmen tersebut.
"Seluruh kebun sawit itu akan kita cabut secara bertahap. Sebab, perkebunan itu ilegal," katanya.
Namun, hingga kini, implementasi pencabutan sawit ilegal masih minim, bahkan diduga mendapat perlindungan dari oknum-oknum tertentu.
Tangkap Juga Pengusahanya!
Kasus ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk komunitas pecinta lingkungan. Humas Komunitas Pecinta Alam Riau (Kopari), Wagimin, menegaskan bahwa penindakan tidak boleh hanya menyasar kepala desa atau masyarakat kecil yang dianggap terlibat, tetapi juga pengusaha besar yang berada di balik perambahan ini.
"Jangan hanya kadesnya saja yang diusut, pengusahanya juga harus ditangkap," tegas Wagimin.
Ia menilai selama ini penegakan hukum dalam kasus perambahan hutan sering kali hanya menyasar masyarakat kecil, sementara aktor utama tetap bebas beroperasi.
Masalah ini juga memicu aksi unjuk rasa ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Petani Kampar (APK) di Mabes Polri, Jakarta, Senin (19/8/2024). Mereka menuntut agar Polres Kampar segera menjebloskan Ilyas Sayang ke penjara.
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Yandra Kurniawan, dalam tuntutannya meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan Kapolda Riau dan Kapolres Kampar menyeret Ilyas Sayang ke pengadilan.
"Meminta Kapolri memerintahkan Kapolda Riau dan Kapolres Kampar melanjutkan dan menuntas penanganan kasus A.N. Ilyas Sayang yang sampai ini masih berstatus tersangka sejak 2020," ujar orator aksi.
Kapolri diminta memberi atensi dan mengawasi penanganan kasus tersebut sampai tuntas. Selain itu, mereka juga menuntut agar Ilyas diadili dengan hukuman seberat-beratnya.
Ilyas Sayang merupakan terduga mafia tanah yang menjabat Kepala Desa Kota Garo Kecamatan Tapung Hilir selama tiga periode. Ia juga pernah menjadi Ketua Koperasi Petani Sahabat Lestari (Kopni-SL) di desa itu.
Pada 2020, Polres Kampar menetapkan Ilyas sebagai tersangka kasus pemalsuan Surat Keterangan Tanah (SKT). Ia diduga memalsukan 122 SKT untuk lahan seluas 244 hektare sejak 2005. Dokumen palsu itu kemudian digunakan sebagai agunan di bank untuk kredit sekitar Rp105 miliar, yang akhirnya membebani petani anggota Kopni-SL selama bertahun-tahun.
Ilyas sempat ditahan pada Agustus 2020, tetapi pada November 2020, Polres Kampar menangguhkan penahanannya, meskipun semua bukti sudah dinyatakan lengkap.
Massa aksi juga meminta Jaksa Agung untuk mengawasi kasus ini sampai ke tahap penuntutan. Mereka mendesak Kajati Riau dan Kajari Kampar agar tidak mempersulit penanganan perkara ini.
Menurut peserta aksi, Ilyas bukan kali ini saja bermasalah dengan hukum. Pada 2016, Pengadilan Negeri Bangkinang memvonisnya bersalah karena menggelapkan uang hasil panen Kopni-SL tahun 2012.
Dedi Handoko Bantah Terlibat
Saat dikonfirmasi, Dedi Handoko membantah memiliki kebun sawit di kawasan Tahura SSH.
"Saya tidak memiliki kebun sawit di kawasan Tahura Minas Riau," ujarnya singkat.
Sementara itu, nama lain yang juga disebut dalam bisnis di sekitar kawasan ini adalah Heri alias Andre, seorang pengusaha hiburan terkenal di Pekanbaru. Ia diketahui pernah menjalankan usaha hiburan serta bisnis cucian mobil di Jalan Gatot Subroto, Pekanbaru.
Kasus perambahan di Tahura SSH ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum untuk tidak tebang pilih. Masyarakat kini menunggu langkah tegas pemerintah untuk memulihkan kembali hutan yang telah luluh lantak akibat tangan-tangan rakus. (TIM)