Proyek Rehabilitasi Rumah Dinas Camat Kampar Kiri Diduga Terbengkalai

Kampar — Redaksi menerima informasi dari narasumber bahwa proyek rehabilitasi rumah dinas Camat Kampar Kiri yang digelontorkan dari APBD Kabupaten Kampar tahun 2025 senilai Rp149.788.000.
Proyek ini diduga tidak berjalan sebagaimana mestinya dan terindikasi terbengkalai, meskipun telah dimenangkan oleh CV. Pemuda Berkarya Abadi sejak awal tahun.
Yang mengejutkan, nama seorang tokoh mahasiswa bernama RD ikut diseret dalam polemik proyek ini. Ia disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan pihak pelaksana, sehingga menimbulkan kecurigaan publik terhadap potensi konflik kepentingan dalam pengadaan proyek tersebut.
LSM Pemantau Anggaran Rakyat (PAR) Kampar mengungkapkan bahwa kondisi fisik rumah dinas tidak menunjukkan kemajuan berarti, bahkan terkesan tidak disentuh oleh kegiatan rehabilitasi. “Ini proyek penting yang menyangkut fasilitas pelayanan publik. Kalau dibiarkan mangkrak, ini bentuk pembiaran terhadap penyalahgunaan anggaran negara,” ujar Bung Wagimin, tokoh LSM yang aktif mengawal anggaran daerah.
Dalam kajian resmi yang dirilis oleh LSM PAR Kampar, terdapat lima rekomendasi utama:
1. Inspektorat Kabupaten Kampar diminta melakukan audit teknis dan administratif proyek.
2. Aparat Penegak Hukum (APH) didorong menyelidiki dugaan penyimpangan proyek.
3. DPRD Kabupaten Kampar diminta menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas PUPR dan pelaksana proyek.
4. Evaluasi menyeluruh terhadap proses pengawasan internal Dinas PUPR.
5. Pelibatan publik dan media dalam mengawal transparansi proyek.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Dinas PUPR Kabupaten Kampar terkait progres dan penyelesaian proyek rumah dinas camat tersebut. Begitu pula dengan pihak pelaksana proyek dan individu yang disebut-sebut, belum memberikan klarifikasi kepada publik.
Dalam dokumen LPSE Kabupaten Kampar, proyek ini masuk dalam kategori pengadaan non-tender dengan pagu Rp150 juta. Penawaran dan hasil negosiasi CV. Pemuda Berkarya Abadi disepakati pada angka Rp149.788.000, atau hanya terpaut tipis dari nilai pagu.
LSM menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi momentum pembenahan sistem pengadaan dan pengawasan proyek pemerintah daerah. Dengan dasar hukum seperti UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Perpres tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, aparat penegak hukum diminta tidak ragu membuka penyelidikan.
“Jangan biarkan praktik seperti ini menjadi kebiasaan. Anggaran daerah itu uang rakyat. Setiap rupiah harus bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Wagimin.
(lelek)