Menjadi Relawan Adalah Panggilan Jiwa: Semangat Kemanusiaan Menggema dari Kampus Universitas Pahlawan

BANGKINANG – Di bawah langit Kampar yang teduh, semangat kemanusiaan tumbuh dari barisan mahasiswa muda. Kamis (24/4/2025) lalu, suasana di Kampus Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai berbeda dari biasanya. Ratusan mahasiswa berkumpul bukan untuk ujian atau seminar, melainkan untuk sebuah tujuan yang lebih besar: menjadi relawan kemanusiaan.
Mereka adalah peserta Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) Korps Sukarela (KSR) Palang Merah Indonesia (PMI) Unit Universitas Pahlawan. Bukan sekadar pelatihan, kegiatan ini adalah panggilan nurani, tempat nilai-nilai kemanusiaan ditanam dan dikokohkan.
Dalam kegiatan itu hadir Kak Mareno, Kepala Markas PMI Provinsi Riau, yang menyampaikan pesan mendalam tentang arti menjadi relawan. “Menjadi relawan bukan tentang seragam atau seremonial. Ini tentang keberanian untuk hadir di tengah masyarakat, bahkan saat semua orang menjauh,” ujarnya.
Namun momen yang paling membekas datang dari sosok Ramli, S.Kom, Anggota DPRD Kampar yang hadir mewakili Ketua PMI Kabupaten Kampar, H. Hendri. Dengan gaya bicara yang hangat namun tegas, Ramli mengajak para peserta untuk menumbuhkan empati sejak dini.
“Kita tidak sedang melatih fisik semata. Kita sedang membangun jiwa-jiwa yang siap berdiri paling depan saat masyarakat membutuhkan. Kalian adalah harapan baru,” katanya di hadapan para peserta yang menyimak dengan mata berbinar.
Ia pun mengingatkan bahwa dunia hari ini membutuhkan lebih banyak orang yang mau peduli. Dari bencana yang kian sering, hingga masalah sosial seperti stunting dan kekurangan darah, semuanya memerlukan kehadiran relawan yang tak hanya kuat fisik, tapi juga ikhlas hati.
Di sisi lain, Ns. Neneng Fitria Ningsih, perwakilan Universitas Pahlawan, menekankan pentingnya peran kampus dalam menumbuhkan jiwa sosial mahasiswa. “Kami bangga bisa menjadi bagian dari perjalanan kalian. Jadilah lulusan yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peduli,” ujarnya.
Diklatsar ini akan berlangsung selama beberapa hari, mengasah keterampilan, kepekaan sosial, dan daya tahan peserta. Namun lebih dari itu, ia juga menjadi ruang lahirnya generasi baru yang tak takut untuk melayani tanpa pamrih.
Di tengah dunia yang sering kali bising oleh ego dan kepentingan pribadi, mahasiswa Universitas Pahlawan hari ini membuktikan bahwa kemanusiaan belum padam. Mereka sedang meniti jalan sunyi para relawan—jalan yang tak selalu dipuji, tapi selalu berarti. (lelek)