Wali Nagari Mandeh Dituding Korupsi dan Rusak Hutan Mangrove, Camat Koto XI Tarusan Diduga Tutup Mata

Mandeh, Pesisir Selatan – Dugaan praktik korupsi dan perusakan lingkungan kembali mencuat di kawasan wisata Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Sosok yang kini menjadi sorotan adalah Wali Nagari Mandeh, Mushendri, yang dituding terlibat dalam penyimpangan dana nagari serta pengrusakan hutan mangrove secara ilegal.

Informasi ini pertama kali diungkapkan oleh mantan Ketua Bamus Nagari Mandeh. Ia menyebut dana BUMNag Mandeh Robiah sebesar Rp200 juta diduga disalahgunakan oleh Mushendri, antara lain untuk pembelian satu unit mobil Keri, usaha gas, dan pembuatan bod wisata bermesin tempel. Namun, hingga kini tidak pernah ada musyawarah maupun laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat terkait penggunaan dana maupun hasil usahanya.

“Kami tidak tahu berapa keuntungan atau apakah usaha itu berjalan. Semua dikelola sendiri tanpa transparansi,” ujar sumber tersebut.
Selain itu, dana pertanian Nagari Mandeh sebesar Rp82 juta juga dipertanyakan realisasinya. Informasi dari warga menyebut tidak ada bukti fisik atau laporan yang menunjukkan dana tersebut digunakan sesuai peruntukannya.

Lebih serius lagi, Mushendri juga diduga terlibat dalam pembabatan hutan mangrove di kawasan pesisir wisata Mandeh. Investigasi di lapangan memperlihatkan adanya area mangrove yang telah diratakan menggunakan alat berat sejak awal 2024.
Menurut keterangan warga, lokasi hutan mangrove yang berada di sekitar Pantai Mandeh dan Sungai Nyalo dijadikan lahan wisata oleh seorang oknum dari Pekanbaru berinisial JT, yang diduga membeli lahan tersebut dari Wali Nagari. Namun, proses jual beli lahan hutan negara itu diduga tidak sah dan justru diperkuat dengan penerbitan surat oleh oknum di ATR/BPN wilayah setempat.

“Ini lahan negara, hutan lindung yang harusnya dilindungi. Tapi mereka malah jual ke orang luar, ke JT dari Pekanbaru, dan suratnya malah keluar. Semua terlibat, mulai dari wali nagari, hingga pejabat pertanahan,” kata AL, salah seorang warga yang aktif mengamati persoalan ini.
Warga juga menyebut bahwa praktik ini telah menimbulkan keresahan, kerusakan ekosistem, dan konflik sosial. Ironisnya, di tengah geliat pembangunan wisata yang didorong oleh segelintir oknum, masyarakat setempat justru hidup dalam kemiskinan dan keterbatasan infrastruktur.
Tak hanya itu, Wali Nagari Mushendri justru terlihat hidup dalam kemewahan. Ia disebut memiliki beberapa mobil pribadi dan kekayaan yang mencolok, sesuatu yang menurut warga sangat bertolak belakang dengan kondisinya saat baru pulang merantau dari Pekanbaru beberapa tahun lalu.
“Dulu waktu mencalon wali nagari, dia tidak punya apa-apa. Tapi sekarang, rumah bagus, mobil banyak, hidup mewah. Perubahan drastis itu jadi pertanyaan besar di tengah masyarakat,” lanjut AL.
Yang lebih memprihatinkan, para datuk dan tokoh adat ninik mamak di Nagari Mandeh pun disebut mendapat tekanan langsung dari Mushendri. Mereka yang mencoba bersuara atau mempertanyakan kebijakan nagari disebut-sebut mendapat intimidasi hingga akhirnya memilih bungkam.
“Semua tahu ada yang tak beres, tapi mereka diam. Karena kalau bersuara, bisa dikucilkan atau diancam. Ini sangat menyedihkan,” tambah AL.
Aktivis lingkungan dari LPAI, Rika, menyebut pembabatan mangrove sebagai kejahatan lingkungan serius. Ia mendesak agar Mushendri dan pihak-pihak yang terlibat, termasuk oknum dari ATR/BPN dan pembeli lahan JT, diproses hukum.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, ini adalah perampokan ruang hidup masyarakat pesisir. Harus ada penindakan tegas,” ujarnya.
Jika terbukti, para pelaku dapat dijerat UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Masyarakat juga menyoroti Camat Koto XI Tarusan, Nurlaini, S.E., M.Si, yang dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasan. “Kami sudah berulang kali mengadu, tapi Camat seakan tutup mata,” kata AL menutup keterangannya.
Sementara itu, dalam beberapa kesempatan terpisah, Wali Nagari Mushendri membantah tudingan tersebut. Ia mengklaim bahwa seluruh aktivitas pembangunan dan pengelolaan dana nagari telah mendapat persetujuan dari Bamus Nagari dan tokoh masyarakat setempat. Namun, pihak-pihak yang disebutkan belum memberikan klarifikasi resmi.
Hingga berita ini diturunkan, Wali Nagari Mushendri, Camat Nurlaini, dan pihak ATR wilayah setempat belum memberikan keterangan langsung kepada media. Sementara itu, masyarakat bersama LSM tengah menyiapkan laporan resmi ke Gakkum KLHK, Kejaksaan, hingga KPK. (Tim)