Galian C Ilegal Ancam Permukiman Warga di Kampar, Kapolsek Tambang Diduga Tutup Mata

KAMPAR — Aktivitas penambangan pasir yang diduga ilegal di Desa Tanjung Kudu, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, terus berlangsung tanpa tindakan tegas dari aparat. Para penambang kini tidak hanya mengambil material dari dasar Sungai Kampar, tetapi mulai mengeruk bagian tebing sungai, sehingga memicu abrasi yang mengancam permukiman warga.
Seorang warga, Idris, menyuarakan kegelisahan masyarakat terhadap dampak penambangan yang dilakukan secara terang-terangan tanpa pengawasan.
“Kalau penambang dibiarkan menyedot di tebing, abrasi bisa terjadi kapan saja. Saya khawatir kampung kita akan tenggelam ditelan Sungai Kampar,” ujarnya, Senin (26/5/2025).
Ia juga menyebut aktivitas penambangan yang menggunakan alat berat menyebabkan getaran tanah yang membahayakan. Kondisi ini membuat struktur tanah di tepi sungai menjadi labil dan berpotensi menyebabkan longsor.
“Kalau bisa, carilah lokasi lain. Jangan di Sungai Kampar. Kami hanya ingin kampung kami selamat,” katanya.
Tak hanya dampak lingkungan, kerusakan infrastruktur akibat truk pengangkut material juga menjadi keluhan warga. Jalan desa rusak berat, debu beterbangan saat kemarau, dan menjadi licin saat musim hujan.
“Kalau musim hujan dan banjir datang, tanah yang sudah labil ini bisa ambles. Ini sangat membahayakan,” tambahnya.
Ironisnya, meski aktivitas tersebut dilakukan secara terang-terangan dan meresahkan warga, aparat penegak hukum setempat, khususnya Kapolsek Tambang, diduga tutup mata dan tidak mengambil langkah apa pun untuk menghentikannya.
Warga menilai pembiaran ini sebagai bentuk kelalaian aparat terhadap keselamatan lingkungan dan warga. Mereka menuntut agar aparat bertindak tegas dan tidak terkesan membiarkan praktik ilegal tersebut berlangsung.
Padahal, aktivitas yang merusak lingkungan diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 98 ayat (1) menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
Dengan dasar hukum yang jelas, masyarakat Desa Tanjung Kudu mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum — termasuk Polda Riau dan Gubernur Riau — untuk segera turun tangan dan menyelamatkan lingkungan mereka dari kehancuran lebih lanjut. (Tim)