Pakar Lingkungan Kecam Penggundulan Hutan di Meranti, Siap Bawa Kapolda Riau Tinjau Lokasi

Rabu, 11 Juni 2025 | 08:38:01 WIB
Pakar Lingkungan Kecam Penggundulan Hutan di Meranti, Siap Bawa Kapolda Riau Tinjau Lokasii Foto:

SELATPANJANG– Pakar lingkungan hidup nasional, Dr. Elviriadi, mengecam keras penggundulan hutan yang masif di sejumlah desa di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Dalam rangkaian safari ekologisnya, Dr. Elviriadi tiba di Selatpanjang pada Selasa (11/6/2025) dan langsung meninjau lokasi-lokasi yang diduga mengalami kerusakan parah, seperti Desa Kampung Balak, Mengkikip, dan Kundur.

Kedatangan pakar gambut yang juga pengurus PP Muhammadiyah ini disambut antusias oleh warga. Salah satunya, Deni, warga Desa Alai, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, yang meminta Dr. Elviriadi meninjau langsung penggundulan hutan yang ia sebut "luar biasa" di tanah kelahirannya.

"Alhamdulillah, Pak Doktor sudah tiba. Kita minta beliau tinjau penggundulan hutan yang luar biasa di tanah kelahiran beliau ini," ujarnya.

Dr. Elviriadi yang tiba di lokasi dengan diboncengi warga menggunakan sepeda motor menyaksikan langsung parahnya kondisi hutan. Ia menyebut hutan di kawasan tersebut sudah gundul habis, kanal-kanal besar dibuka, dan kerusakan gambut terjadi secara sistematis.

"Waaduuummmaaak… licin semua! Sudah gundul. Apa tidak banjir terus di Mengkikip dan Kampung Balak ini? Namanya saja Kampung Balak, tapi balaknya sudah habis dihanyutkan ke sungai!" keluhnya dengan nada prihatin.

Ia mengungkapkan bahwa deforestasi tersebut diperkirakan terjadi sejak 2021 hingga 2023, dan mencurigai adanya surat-surat ilegal yang dikeluarkan oleh oknum birokrasi kolutif.

"Ribuan hektare sudah licin. Ditambah kanal-kanal besar. Ini menghancurkan ekosistem gambut kita," ketusnya.

Modus Terstruktur

Menurut Elviriadi, modus perusakan hutan di Meranti dilakukan secara sistematis: para cukong dari luar daerah menghimpun masyarakat lokal untuk melakukan pembalakan liar. Mereka bahkan menggunakan alat berat dan diduga mendapat dukungan dari oknum aparat.

“Makanya dalam waktu kurang dari setahun, ratusan ribu hektare hutan bisa lenyap. Jika tanah gambut sudah turun, pulau-pulau seperti Rangsang dan Padang terancam tenggelam karena intrusi air laut,” tegasnya.

Akan Bawa Kapolda Riau Turun ke Lokasi. Melihat kondisi yang semakin gawat, Dr. Elviriadi berjanji akan membawa langsung Kapolda Riau untuk melihat kondisi kerusakan hutan di kampung halamannya tersebut.

“Untuk meyakinkan hati Pak Kapolda, saya akan bawa beliau ke sini. Riau ini sudah dalam status darurat penggundulan hutan. Kampung saya ini sudah di ambang kepunahan ekologis,” ujarnya dengan penuh semangat.

Perusakan hutan secara ilegal merupakan tindak pidana serius sebagaimana diatur dalam:

UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang menyatakan bahwa:

Setiap orang yang melakukan pembalakan liar, perusakan hutan, atau penggunaan kawasan hutan tanpa izin dapat dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda hingga Rp10 miliar.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyebutkan bahwa:

Setiap kegiatan yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan lingkungan dan dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.

Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, yang mewajibkan perlindungan fungsi ekosistem gambut, dan melarang pembukaan kanal atau pengeringan lahan gambut secara ilegal.

Melalui safari ekologisnya, Dr. Elviriadi berharap aparat penegak hukum dan pemangku kebijakan di Riau segera bertindak. Ia menutup kunjungan tersebut dengan sindiran tajam dalam bentuk pantun:

"Ayam Menjerit Sangkar Bergoyang,

Datang Tokek Menjerit di Loteng.

Ada Sawit Minta Sebatang,

Hutan Gundul Duit Dah Kereng."

Meranti butuh perlindungan, bukan pembiaran. Saatnya hukum ditegakkan sebelum segalanya terlambat. (rls)

 

Tulis Komentar