Aktivis Muhammad Ridwan Kembali Pimpin Aksi Petani ke Jakarta, Diduga Ada Kepentingan Terselubung

JAKARTA — Sosok Muhammad Ridwan kembali mencuat ke permukaan dalam aksi demonstrasi petani di Jakarta. Kali ini, ia memimpin puluhan warga Desa Sungai Raya dan Sekip Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sungai Raya untuk Keadilan (AMUK), dalam rangka memperjuangkan konflik lahan dengan PT. Sinar Belilas Perkasa (SBP).
Aksi ini dijadwalkan berlanjut ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI pada Kamis, 19 Juni 2025, untuk meminta perhatian langsung Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid. Mereka mendesak penyelesaian sengketa atas lahan yang diklaim sebagai tanah ulayat petani namun diduga dikuasai secara sepihak oleh perusahaan HGU.
“Kami ingin kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. Reforma agraria harus menyentuh nasib petani, bukan hanya menjadi slogan,” tegas Ridwan dalam keterangannya kepada media.
Ridwan juga menyebut kebijakan terbaru, seperti Peraturan Menteri ATR/BPN No. 15 Tahun 2024, sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam mengakhiri konflik agraria. Ia menyatakan siap mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dalam menyukseskan agenda reforma agraria dan perlindungan masyarakat adat.
Namun, di tengah aksinya yang mengusung semangat keadilan, rekam jejak Ridwan kembali menuai sorotan. Sejumlah pihak mempertanyakan motif di balik gerakan yang dipimpinnya. Salah satu sumber terpercaya menyebut bahwa Ridwan pernah dijatuhi hukuman atas kasus kekerasan berat yang menyebabkan kematian seorang operator RAPP (PT Riau Andalan Pulp and Paper) di Kabupaten Meranti.
Tak hanya itu, Ridwan juga tercatat aktif membela aktivitas perkebunan sawit ilegal di kawasan Tapung, Kabupaten Kampar, yang masuk dalam wilayah hutan negara. Aksi-aksinya kerap menamakan diri sebagai suara petani, namun sejumlah kalangan menilai ia justru menjadi juru bicara terselubung bagi kepentingan tertentu.
"Ini bukan kali pertama Ridwan memimpin aksi dengan narasi membela rakyat. Tapi dalam beberapa kasus, kawasan yang diperjuangkannya jelas masuk wilayah konservasi atau hutan lindung," ujar sumber yang tak ingin disebutkan namanya.
Meski demikian, aksi AMUK tetap berlanjut. Pada Senin (16/6), rombongan perwakilan petani sudah menyambangi Kementerian Hukum dan HAM serta DPR-RI. Di sana mereka diterima langsung oleh pejabat Subdirektorat Pembelaan dan Penegakan HAM, yakni Febriato Hadi dan Fela Oktarini.
“Kementerian HAM akan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran HAM oleh PT SBP,” kata Febriato.
Kasus ini mencerminkan kompleksitas konflik agraria di Indonesia, yang kerap berada di persimpangan antara klaim masyarakat, kepentingan korporasi, dan kerentanan terhadap manipulasi oleh aktor-aktor yang mengaku sebagai pejuang rakyat.
Kini, publik menanti langkah konkret dari Kementerian ATR/BPN dan lembaga terkait. Apakah suara petani benar-benar akan didengar, atau justru kembali menjadi alat bagi pihak-pihak yang bermain di balik layar. (Tim)