Inilah Nama-nama Toke Diduga Mafia Perambah Tesso Nilo di Bukit Kusuma

Senin, 07 Juli 2025 | 12:49:00 WIB
Inilah Nama-nama Toke Diduga Mafia Perambah Tesso Nilo di Bukit Kusumai Foto: Ram sawit liar diduga menampung buah ilegal TNTN Bukit Kesuma

Bukit Kusuma, Riau – Praktik perambahan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di wilayah Bukit Kusuma kembali mencuat dan menimbulkan keresahan publik. Berdasarkan hasil investigasi komunitas lingkungan dan data lapangan, terungkap daftar nama-nama yang diduga menguasai ribuan hektare lahan secara ilegal. Ironisnya, sebagian besar dari mereka merupakan pendatang dari luar daerah Riau.

Juru bicara Komunitas Pecinta Alam Riau (Kopari), Bung Madun, menyatakan bahwa daftar nama tersebut dikumpulkan melalui investigasi dan keterangan dari sejumlah pihak di lapangan. “Ini bukan perambahan biasa, tapi praktik mafia terorganisir dengan modal besar yang telah mengangkangi aturan hukum,” ujarnya.

Berikut daftar nama dan alamat yang diduga menguasai lahan di dalam TNTN Bukit Kusuma :

1. J. Siahaan – 1.600 hektare (Medan)

2. H. Sianturi – 600 hektare (Bagan Batu)

3. Mamora Grup – 300 hektare (Siantar)

4. Parningotan Siregar – 300 hektare (Bagan Batu)

5. Mandala Grup – 300 hektare (Kesuma)

6. India – 150 hektare (Medan)

7. Acien – 150 hektare (Surabaya)

8. Narto – 150 hektare (Kandis)

9. Untung Mandropa – 100 hektare (Mahato)

10. Sape – 100 hektare (Pekanbaru)

11. Marpaung – 100 hektare (Kandis)

12. Pablo – 90 hektare (Kesuma)

13. Sukri – 80 hektare (Medan)

14. Buncai – 80 hektare (Pekanbaru)

15. Monang Butar Butar – 60 hektare (Dalu-Dalu)

16. Buncai – 50 hektare (Pekanbaru)

17. Awi – 50 hektare (Pekanbaru)

18. Eben – 50 hektare (Medan)

19. Ida br. Pangribuan – 40 hektare (Pekanbaru)

Total luasan lahan yang dikuasai mencapai 4.810 hektare, sebagian besar berada di dalam zona konservasi TNTN yang secara hukum tidak boleh dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit.

Aksi penguasaan kawasan konservasi ini bertentangan dengan sejumlah regulasi dan peraturan perundang-undangan, antara lain:

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang melarang segala bentuk perusakan kawasan konservasi dan ancaman pidananya hingga 5 tahun penjara.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mengatur larangan penguasaan dan perambahan hutan secara ilegal.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) dan aturan turunannya tetap menegaskan bahwa kawasan taman nasional adalah wilayah perlindungan ketat.

Kopari dan berbagai komunitas lingkungan menuntut aparat penegak hukum, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kejaksaan, dan kepolisian untuk bertindak tegas.

"KLHK jangan hanya berhenti di baliho imbauan. Penegakan hukum harus menyentuh aktor-aktor besar ini. Kalau tidak, kerusakan ekosistem Tesso Nilo akan semakin tak terkendali," tegas Bung Madun.

Lebih dari sekadar rusaknya hutan, perambahan di Tesso Nilo mengancam habitat satwa langka seperti gajah Sumatera dan harimau, yang selama ini menjadikan kawasan itu sebagai benteng terakhir mereka. (rls)

 

Tulis Komentar