Warga Gunung Mulya Desak Kejati Riau Panggil PT Adi Mulya Agrolestari yang Diduga Tak Bayar Hak Warga

Jumat, 17 Oktober 2025 | 17:31:18 WIB
Warga Gunung Mulya Desak Kejati Riau Panggil PT Adi Mulya Agrolestari yang Diduga Tak Bayar Hak Wargai Foto: Wajah Kepala Desa Muhidin

Kampar – Polemik sengketa lahan di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar, kian memanas. Warga menuding Kepala Desa Muhidin bersama pengurus KUD setempat bermain di belakang layar dalam pengalihan lahan adat dan garapan turun-temurun seluas sekitar 723 hektare yang kini dikuasai PT Adi Mulya Agrolestari yang berdomisili di Blangkolan.

“Ini bukan jual beli biasa — ini pengkhianatan. Kepala desa yang kami percaya malah diduga menjual masa depan kami,” ungkap seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan. “Kami hidup dari lahan itu. Kalau benar berpindah tangan, siapa yang akan mengganti kami?” ujarnya dengan nada kecewa.

Warga menuturkan bahwa mereka memiliki sejumlah bukti awal, di antaranya salinan surat kuasa dan dokumen perjanjian yang dinilai bermasalah secara prosedural. Namun hingga kini tidak ada penjelasan resmi dari pihak desa maupun perusahaan. Kepala Desa Muhidin disebut-sebut menghindari konfirmasi, telepon tak diangkat, pesan tak dibalas, dan tidak pernah mengundang warga untuk musyawarah terbuka. Sikap bungkam ini, menurut warga, justru menambah kuat dugaan adanya penyalahgunaan kewenangan dan konflik kepentingan.

Tokoh masyarakat menuntut transparansi penuh, termasuk membuka salinan sertifikat, dasar hukum pengalihan, hasil musyawarah desa, serta surat perjanjian antara pihak desa, KUD, dan perusahaan. Mereka menduga pengalihan lahan dilakukan tanpa prosedur yang sah dan tanpa ganti rugi yang layak bagi warga penggarap.

Warga kini tengah menyiapkan langkah hukum, di antaranya pengaduan resmi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), laporan dugaan tindak pidana ke Polres dan Kejaksaan Negeri Kampar, serta permintaan penyelidikan ke Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar. Sejumlah tokoh desa menegaskan akan menggelar aksi protes terbuka apabila aparat penegak hukum tidak segera turun tangan memeriksa kasus tersebut.

Jika benar terjadi pengalihan tanpa prosedur dan persetujuan warga, maka perbuatan itu berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum. Antara lain, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menegaskan bahwa tanah digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Pasal 2 ayat 3) dan setiap hak atas tanah memiliki fungsi sosial (Pasal 6). Selain itu, Pasal 385 KUHP mengatur tindak pidana penguasaan tanah milik orang lain tanpa hak, yang dapat dikategorikan sebagai penyerobotan.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan juga melarang perusahaan melakukan perampasan atau penguasaan tanah masyarakat tanpa proses yang sah (Pasal 55) dan mewajibkan adanya ganti rugi serta musyawarah dengan masyarakat terdampak (Pasal 56). Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menegaskan larangan bagi pejabat untuk menyalahgunakan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 17, serta membuka peluang pembatalan keputusan yang diambil dengan cara yang tidak sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 18.

Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Gunung Mulya Muhidin belum memberikan keterangan resmi meskipun sudah beberapa kali dihubungi. Begitu pula PT Adi Mulya Agrolestari dan PT Blangkolan yang hingga kini tidak merespons permintaan klarifikasi dari awak media.

Warga menegaskan tidak akan tinggal diam. “Kami akan terus perjuangkan hak kami. Kalau pemerintah lambat bertindak, kami siap turun ke jalan dan membawa persoalan ini ke publik lebih luas,” tegas seorang perwakilan warga. (lelek)

Tulis Komentar