Bos Sawit Sahala Sitompul Terjerat Kasus KDRT dan Dugaan Pemalsuan Dokumen Perusahaan

PEKANBARU — Nama Sahala Sitompul, pengusaha kelapa sawit yang cukup dikenal di Riau, kembali menjadi sorotan publik. Setelah ditahan Kejaksaan Negeri Pekanbaru dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kini Sahala juga tengah menghadapi dugaan serius terkait pemalsuan dokumen perusahaan.
Menurut informasi yang dihimpun, Sahala Sitompul dijadwalkan akan menjalani sidang perdana pada 29 Oktober 2025 di Pekanbaru. Pihak kejaksaan disebut menyiapkan pasal berlapis dalam perkara KDRT tersebut, yang belakangan menimbulkan perhatian luas dari kalangan aktivis perempuan nasional.
“Tak ada kompromi dalam kasus KDRT. Pelaku harus dihukum berat. Kalau penegak hukum main-main, kami akan laporkan langsung ke Presiden Prabowo Subianto dan Mahkamah Agung,” tegas Sri Wahyuni, tokoh LSM perempuan di Jakarta, Selasa (21/10). Ia menambahkan bahwa Komnas Perempuan juga turut memantau jalannya proses hukum terhadap Sahala Sitompul, termasuk kemungkinan adanya intervensi atau kelalaian dalam penanganan kasus.
Di sisi lain, nama Sahala juga disebut dalam perkara lain yang tak kalah serius. Ia diduga memalsukan tanda tangan dan dokumen perusahaan milik PT Shali Riau Lestari, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan limbah. Kasus ini bermula dari laporan Marta Uli Emmelia, Direktur Utama perusahaan tersebut sekaligus istri sah Sahala, yang mengaku menemukan adanya perubahan struktur saham tanpa sepengetahuannya.
Dalam pernyataannya kepada media, Marta menjelaskan bahwa pada 2 Februari 2025 ia meminta salinan dokumen perusahaan kepada Notaris Elfit Simanjuntak untuk keperluan administrasi. Dari dokumen itu, ia mendapati adanya Akta Nomor 08 Tahun 2022 tentang perubahan saham tertanggal 21 Juni 2022, yang mencantumkan dirinya sebagai ketua rapat dalam berita acara hibah saham—padahal ia tidak pernah hadir atau mengetahui adanya rapat tersebut.
“Saham saya 95 persen, sedangkan saham Sahala hanya lima persen. Tapi dengan memalsukan tanda tangan dan KTP saya, rekening perusahaan pun diganti. Itu saya ketahui setelah menerima dokumen dari notaris,” ujar Marta.
Marta kemudian menelpon notaris yang berkantor di Jalan Wakaf Nomor 47, Senapelan, untuk meminta klarifikasi. Namun, sang notaris berdalih bahwa perubahan tersebut dilakukan berdasarkan surat kuasa. “Saya tidak pernah memberikan kuasa kepada siapa pun. Saya curiga notaris menerima imbalan dari Sahala untuk menerbitkan akta itu,” kata Marta dengan nada tegas.
Laporan dugaan pemalsuan tersebut telah dilayangkan ke Polda Riau dengan Nomor LP/B/89/II/2025/SPKT/13-02-2025. Meski demikian, hingga kini perkembangan kasusnya dinilai masih lamban. Marta berharap hasil putusan Majelis Pengawas Wilayah (MPW) Notaris Provinsi Riau yang disebut telah turun dapat menjadi dasar kuat bagi aparat untuk menindaklanjuti penyidikan dan menetapkan pihak-pihak yang terlibat sebagai tersangka.
Sementara itu, sumber di kepolisian menyebut Sahala juga sempat menyebarkan foto bersama Kapolda Riau Irjen Ahmad Heryawan untuk menunjukkan kedekatan, yang belakangan justru menimbulkan ketidaknyamanan di internal Polda Riau. “Kapolda tidak kenal dekat dengan Sahala. Itu hanya foto sekilas di restoran yang kemudian diviralkan seolah mereka punya hubungan khusus,” ujar seorang penyidik yang enggan disebut namanya.
Kekecewaan Kapolda disebut semakin bertambah karena tindakan tersebut dianggap mencoreng nama institusi kepolisian di tengah proses hukum yang sedang berjalan.
Marta, yang juga dikenal sebagai pengusaha dan aktivis sosial di Riau, mengaku kini harus menghadapi tekanan berat. Ia menegaskan bahwa otak di balik pemalsuan dokumen adalah Sahala sendiri, bukan anak mereka yang ikut terseret. “Anak saya tidak tahu apa-apa. Dia hanya korban permainan ayahnya. Bapaknya yang jahat, bukan anak saya,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Dalam keterangannya, Marta juga mengungkap fakta mengejutkan bahwa Sahala diduga menikah lagi dengan beberapa perempuan tanpa sepengetahuannya. “Dalam keyakinan kami, pernikahan baru hanya sah jika ada perceraian. Kami 29 tahun menikah tanpa pernah bercerai. Jadi kalau dia menikah lagi, berarti dokumen saya dipalsukan lagi,” kata Marta. Ia menegaskan akan mengumpulkan bukti dan melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.
Marta mengaku masih menaruh harapan kepada Polda Riau untuk menuntaskan laporan pidana pemalsuan tersebut secara profesional. “Saya tunggu niat baik Polda Riau untuk segera melimpahkan berkas saya ke kejaksaan. Kalau tidak, saya akan melapor ke Propam Mabes Polri dan menemui langsung Karo Paminal Brigjen Yudho,” tutup Marta, yang diketahui merupakan sepupu kandung Jenderal Luhut Binsar Panjaitan.
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Sahala Sitompul tidak membuahkan hasil. Nomor telepon selulernya tidak aktif hingga berita ini diterbitkan. (Tim)