Kejaksaan Agung Diminta Usut Dugaan Permainan dalam Pengadaan Minyak Mentah Pertamina

Jumat, 04 April 2025 | 10:53:48 WIB
Kejaksaan Agung Diminta Usut Dugaan Permainan dalam Pengadaan Minyak Mentah Pertaminai Foto: Ilustrasi

Jakarta – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, meminta Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung menelusuri lebih dalam dugaan permainan dalam kontrak pengadaan minyak mentah antara Pertamina dan perusahaan minyak Irak, State Organization for Marketing of Oil (SOMO). Kontrak ini disebut melibatkan pasokan minyak mentah Basrah sebanyak 3 juta barel per bulan dan masih berlangsung hingga saat ini.

Yusri Usman, yang berbicara dari Medan, serta Ketua Umum Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat, menyatakan dukungan mereka kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Jaksa Agung mengusut tuntas dugaan praktik mafia dalam impor minyak Pertamina.

"Jika Jaksa Agung dan Jampidsus tidak mampu menuntaskan kasus ini dengan menangkap semua pihak yang terlibat, maka sebaiknya mereka mundur dari jabatannya," ujar Yusri.

Sebagai bentuk tekanan, ASPIRASI berencana mengerahkan ribuan pekerja untuk melakukan aksi unjuk rasa di depan Kejaksaan Agung. Menurut Mirah Sumirat, pekerja menjadi korban utama dari praktik mafia BBM yang selama ini berlangsung.

Selain itu, Yusri juga menuntut evaluasi dan perombakan menyeluruh dalam Tata Kelola Impor (TKI), Tata Kelola Organisasi (TKO), serta General Terms & Condition dalam impor minyak mentah, BBM, dan LPG. Reformasi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan sinkronisasi antar entitas di bawah Pertamina, seperti Kilang Pertamina International (KPI), Pertamina Patra Niaga (PPN), Pertamina International Shipping (PIS), serta Pertamina Hulu Energi (PHE).

Dalam perjalanannya, kontrak pengadaan minyak mentah Basrah antara Pertamina dan SOMO pertama kali ditandatangani pada 2012 dengan skema Crude Oil Processing Deal (COPD). Awalnya, pasokan minyak mentah sebanyak 2 juta barel per bulan diproses di kilang SK Energi, Korea Selatan. Namun, belakangan jumlahnya meningkat menjadi 3 juta barel per bulan dengan pemrosesan dialihkan ke kilang Shell di Singapura.

Pada 2016, Direktur Utama Pertamina saat itu, Dwi Sucipto, dan Presiden Direktur PT Shell Indonesia, Darwin Silalahi, menyaksikan penandatanganan kontrak COPD antara SVP Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, Daniel Purba, dan GM Product East Trading & Supply Shell International Eastern Trading Company (SIETCO) di Singapura.

Namun, kejanggalan mulai muncul ketika tim negosiasi awal yang dipimpin oleh Ir. Gigih Prokoso (almarhum) tidak diikutsertakan dalam penandatanganan kontrak di Irak. Sebaliknya, rombongan yang dipimpin oleh Menko Perekonomian saat itu, Hatta Rajasa, menggunakan pesawat pribadi dalam perjalanan mereka.

Yang lebih mencurigakan, dalam rombongan tersebut disebut-sebut hadir seorang tokoh kontroversial dalam dunia bisnis minyak, Moch Reza Chalid (MRC), yang diduga turut mengatur jalannya kesepakatan. Belakangan, nama MRC dan seorang tokoh lain berinisial HR muncul dalam dugaan permainan pengadaan minyak mentah yang sedang disidik Kejaksaan Agung.

Sumber intelijen juga menyebut adanya jaringan makelar kasus (markus) dan makelar jabatan (marjab) yang diduga aktif dalam skandal korupsi di lingkungan Pertamina. Modus operandi mereka melibatkan kerja sama dengan aktivis antikorupsi untuk menciptakan konflik internal di antara aparat penegak hukum.

"Tampilan mereka di media seolah-olah ingin memberantas korupsi, tetapi sebenarnya mereka memiliki agenda terselubung untuk melindungi tokoh-tokoh yang berpotensi menjadi tersangka," ungkap pengamat intelijen Sri Rajasa MBA.

Sri Rajasa juga mengungkapkan adanya inisial ESB dan RHT yang disebut memiliki pengaruh dalam pengaturan proyek dan jabatan di berbagai anak usaha Pertamina, seperti Pertamina Patra Niaga, Pertamina Kilang International, Pertamina Hulu Energi, dan Pertamina International Shipping.

Sebagai penutup, Sri Rajasa menegaskan bahwa semua pihak harus bersatu mendukung Presiden Prabowo Subianto dalam memerintahkan Kejaksaan Agung, KPK, dan BPK untuk membongkar mafia migas serta jaringan makelar kasus dan jabatan di Pertamina.

(Redaksi)

 

 

Tulis Komentar