Laporan dari warga bahwa kawasan mangrove di Mande telah dimanfaatkan untuk kegiatan komersial

Jumat, 02 Mei 2025 | 08:21:18 WIB
Laporan dari warga bahwa kawasan mangrove di Mande telah dimanfaatkan untuk kegiatan komersiali Foto:

Hutan Mangrove Dijarah, Alam dan Hukum Menanti Pembalasan

Pesisir Selatan – Di balik tenangnya ombak di pesisir Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, ancaman kerusakan lingkungan kini kian terasa. Hutan mangrove yang selama ini menjadi tameng alami dari abrasi dan gelombang pasang, diduga dialihfungsikan demi kepentingan bisnis oleh Wali Nagari Mande, Mushendri.

Alih-alih menjadi pelindung kawasan, oknum wali nagari tersebut disebut-sebut telah membuka akses komersial di kawasan mangrove, memperdagangkan lahan yang semestinya dilindungi bersama.

“Kami menerima laporan dari warga bahwa kawasan mangrove di Mande telah dimanfaatkan untuk kegiatan komersial tanpa proses yang transparan,” ujar seorang aktivis lingkungan setempat yang enggan disebut namanya.

Padahal, mangrove bukan hanya penahan abrasi. Ia adalah rumah bagi ekosistem pesisir, ruang hidup biota laut, dan benteng terakhir dalam menghadapi krisis iklim.

Kepala Dinas Perikanan dan Pangan Pesisir Selatan dalam keterangannya menegaskan bahwa kelestarian mangrove adalah urusan bersama. “Jika hutan mangrove rusak, yang pertama kali terkena dampaknya adalah masyarakat pesisir sendiri,” ujarnya di Painan, Selasa (14/3).

Dugaan pelanggaran yang dilakukan Mushendri berpotensi melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 98 UU Lingkungan Hidup menyebutkan, setiap perbuatan yang menyebabkan perusakan lingkungan secara sengaja dapat diancam pidana hingga 10 tahun dan denda Rp10 miliar. Sementara Pasal 50 dan 78 UU Kehutanan melarang keras aktivitas yang mengubah fungsi hutan lindung, dengan sanksi pidana hingga 10 tahun dan denda miliaran rupiah.

Pemerintah daerah diminta segera bertindak. “Jangan sampai pembiaran ini mengakar menjadi kebiasaan yang membunuh perlahan,” ujar Baharudin, tokoh masyarakat yang juga penggiat lingkungan di Pessel.

Sementara itu, kelompok masyarakat seperti Laskar Turtle Camp (LTC) Amping Parak dan Cinta Bahari Nusantara Salido terus memperkuat upaya edukasi dan pelestarian mangrove. Mereka berharap kejadian ini menjadi momentum penegasan bahwa alam bukan untuk diperdagangkan.

“Mangrove bukan warisan untuk dijual, tetapi titipan untuk dijaga,” tegas Baharudin. (lelek)

 

Tulis Komentar