Warga Minta Pengelola Dana UED-SP Sungai Pakning Diperiksa

BENGKALIS — Seorang warga Desa Pakning Asal, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, menyampaikan keluhan pedih soal sulitnya mengakses dana Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP).
Warga bernama Rusli mengaku telah berulang kali mengajukan pinjaman sejak 2020 untuk mengembangkan usahanya, namun terus ditolak dengan alasan dana sudah habis.
“Saya ini pedagang kecil. Mau pinjam untuk nambah modal kedai di Jalan Nusantara, tapi setiap kali saya ke kantor UED-SP, jawabannya sama: dana habis. Bahkan saat saya bawa jaminan surat tanah pun tetap ditolak,” keluh warga tersebut.
Ia menyebut sudah mencoba bertanya kepada pengelola di lokasi lama kantor UED-SP di Jalan Hamzah hingga ke tempat barunya di Air Bersih, namun tak pernah mendapat penjelasan memuaskan. Akibatnya, ia terpaksa meminjam ke koperasi keliling dengan bunga tinggi hingga akhirnya kedainya tutup.
“Sampai sekarang tak bisa pinjam. Dulu saya pernah juga sampaikan langsung ke Hj Rafi, sebelum jadi DPRD, pas beliau lewat dan melayat ke rumah alm. Ucok. Jawabannya tetap sama: tak ada dana,” tambahnya.
Keluhan ini menguatkan suara masyarakat yang meminta agar dana UED-SP segera diaudit. Masyarakat mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah daerah agar mengusut tuntas ke mana dana bergulir tersebut menghilang, karena seharusnya dana UED-SP terus berputar untuk membantu usaha kecil di desa.
Dana UED-SP bersumber dari keuangan negara dan masuk kategori dana publik. Maka jika terjadi penyelewengan atau korupsi, pengelolanya dapat dijerat pidana berat sesuai dengan:
Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman penjara minimal 4 tahun hingga 20 tahun dan denda Rp200 juta–Rp1 miliar.
Pasal 3 UU yang sama, dengan ancaman hukuman serupa untuk pihak yang menyalahgunakan wewenang demi keuntungan pribadi.
Dalam UU Desa No. 6 Tahun 2014 dan Permendagri No. 113 Tahun 2014, dijelaskan bahwa dana desa termasuk UED-SP wajib dikelola secara akuntabel dan bisa dikenakan sanksi pidana jika merugikan negara.
Beberapa kasus korupsi dana UED-SP bahkan telah terbukti di pengadilan. Misalnya, di Kabupaten Siak dan Indragiri Hulu, para pengurus UED-SP yang terbukti menyelewengkan dana divonis hukuman penjara.
Menurut Undang-Undang Desa dan berbagai aturan lain, masyarakat berhak penuh untuk mengakses dana UED-SP sebagai alat pemberdayaan ekonomi. Bila dana tidak tersedia atau dikelola secara tidak transparan, masyarakat berhak meminta penjelasan bahkan melapor ke pihak berwenang.
“Dana UED-SP bukan milik pribadi pengelola. Itu milik rakyat dan harus kembali ke rakyat. Jika terbukti disalahgunakan, hukum harus ditegakkan,” tegas seorang tokoh pemuda setempat.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pengelola UED-SP Desa Pakning Asal maupun pemerintah desa terkait kondisi dana bergulir tersebut. (lelek)