Cak Mus Sarankan Gubernur Riau Bentuk Tim Evaluasi Perizinan dan Perkebunan Sawit

Teluk Kuantan, 14 Juli 2025 — Tokoh masyarakat Riau, Musliadi, atau yang akrab disapa Cak Mus, menyarankan agar Gubernur Riau Abdul Wahid segera membentuk Tim Evaluasi Perizinan dan Wilayah Perkebunan Sawit. Langkah ini dinilai penting untuk memastikan seluruh kebun sawit di Provinsi Riau—baik milik swasta, koperasi, maupun perorangan—beroperasi sesuai regulasi dan perizinan yang berlaku.
“Saat ini banyak kebun sawit yang dikelola di luar HGU (Hak Guna Usaha), bahkan di kawasan hutan. Ini harus didata ulang secara pasti, karena menyangkut legalitas lahan dan potensi pendapatan daerah,” tegas Cak Mus saat ditemui di Teluk Kuantan, Senin (14/7).
Regulasi yang Menjadi Dasar. Usulan ini sejalan dengan sejumlah aturan nasional, antara lain:
UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang menegaskan larangan mengubah kawasan hutan menjadi kebun tanpa izin resmi.
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menekankan pentingnya penggunaan lahan sesuai tata ruang wilayah.
Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, yang mensyaratkan proses formal dalam perubahan fungsi hutan.
Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, yang mengarahkan seluruh pemda untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap izin-izin sawit yang ada.
UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang membuka ruang optimalisasi PAD dari sektor sumber daya alam.
Cak Mus yang merupakan mantan Anggota DPRD Kuansing dua periode (2009–2014 dan 2014–2019), sekaligus Ketua PKB Kuansing, menegaskan bahwa tim ini harus melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH), Dinas Kehutanan, ATR/BPN, serta lembaga pengawasan lainnya.
“Kita ingin agar Riau bisa membentuk BUMD yang khusus mengelola kebun sawit, terutama yang berada di lahan negara dan belum berstatus hukum tetap. Jangan sampai hutan disulap jadi kebun atas nama koperasi tapi hasilnya dinikmati perorangan,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti ketidakefisienan beberapa BUMN atau perusahaan daerah, seperti Agrinas, yang hingga kini masih menggunakan manajemen dari swasta seperti Duta Palma Group.
“Verifikasi dan legalisasi ini penting agar kita tidak hanya terpaku pada pelanggaran di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Tesso Nilo, padahal masih banyak kebun ilegal di luar itu,” tegasnya.
Cak Mus menutup pernyataannya dengan harapan, data yang valid dari hasil kerja tim evaluasi ini dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), menata kembali tata kelola perkebunan, dan menindak pelanggaran hukum secara tegas. (edi)