Mencari Opsi Kenaikan BPJS yang tak Memberatkan Rakyat

GENTAONLINE.COM - Kenaikan tarif BPJS dipastikan akan memberatkan rakyat. Pemerintah namun harus menaikkan tarif BPJS karena tidak sanggup menanggung beban defisit BPJS. Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan meminta agar kenaikan ratif BPJS Kesehatan tidak memberatkan rakyat. Ia menilai seharusnya pemerintah memilih opsi yang lebih meringankan beban masyarakat.
"Saya pikir iuran kesehatan jangan memberatkan rakyat lah. Kalau toh ada kenaikan, kenaikan itu harusnya tidak memberatkan dan kalau bisa ada subsidi silang," kata Syarief saat ditemui di kantornya, Senayan, Jakarta, Selasa (7/1). Syarief menilai, seharusnya pemerintah lebih sensitif dalam melihat dinamika yang terjadi di masyarakat ihwal kenaikan BPJS kesehatan ini. Harusnya, kata Syarief, masyarakat yang memiliki penghasilan rendah menjadi perhatian utama pemerintah.
Politikus Demokrat ini mengklaim, opsi kenaikan BPJS ini tak pernah menjadi opsi populis di DPR RI. Dalam rapat, kata Syarief, mayoritas fraksi menolak opsi tersebut, termasuk Demokrat. "Banyak masukan yang disampaikan oleh anggota fraksi Demokrat kepada pemerintah. Intinya jangan memberatkan rakyat," ujarnya.
Namun, pemerintah akhirnya tetap menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan per tahun 2020 ini. Saat ditanya apakah artinya pemerintah tak mengindahkan rekomendasi parlemen, Syarief enggan berbicara secara rinci. "Kalau dibilang pemerintah tidak dengar DPR, saya pikir sih itu kan ada prosesnya, apa iya begitu," ujar Syarief menambahkan.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tidak akan menyuntikkan dana tambahan lagi untuk BPJS Kesehatan pada tahun ini seperti yang sudah dilakukan tahun lalu. Kebijakan ini diambil meskipun ada sekitar 9,8 juta peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas III atau peserta mandiri yang masih menunggak iuran.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kenaikan besaran iuran untuk peserta mandiri diharapkan dapat mencukupi kebutuhan BPJS Kesehatan. "Mereka (BPJS Kesehatan) juga menyampaikan dapat menjaganya di tahun 2020 dan seterusnya," ucapnya dalam pemaparan kinerja APBN 2019 di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/1).
Kenaikan iuran per bulan itu tertuang dalam Peraturan Presiden 82 (Perpres) Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang berlaku per 1 Januari 2020. Regulasi tersebut menyebutkan, iuran PBPU kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu. Sementara itu, kelas II naik menjadi Rp 110 ribu dari sebelumnya Rp 51 ribu. Dan iuran peserta kelas I naik menjadi Rp 160 ribu dari yang sebelumnya Rp 80 ribu.
Tidak hanya kelas mandiri, kenaikan iuran juga diberlakukan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang selama ini dibayarkan oleh pemerintah. Dalam Pasal 29 Perpres 82/2019, disebutkan bahwa iuran PBI menjadi Rp 42 ribu dari yang sebelumnya Rp 25.500. Kenaikan iuran ini berlaku lebih cepat, yaitu 1 Agustus 2019.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menjelaskan, kenaikan iuran BPJS untuk PBI sudah menambah alokasi anggaran pemerintah sebanyak Rp 20 triliun pada 2020. Dengan begitu, total belanja pemerintah pusat untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai lebih dari Rp 40 triliun. "Ini kebijakannya sudah komprehensif untuk perbaikan jaminan kesehatan masyarakat," katanya. (rep)