Manajemen Tanggap Darurat COVID-19 ,Oleh Yanuar Hamzah.(Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA UNRI)

Jumat, 10 April 2020 | 14:08:35 WIB
Manajemen Tanggap Darurat COVID-19 ,Oleh Yanuar Hamzah.(Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA UNRI)i Foto:

GENTAONLINE.COM - Mengikuti keadaan darurat kesehatan masyarakat dari Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) yang diumumkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO) pada tanggal 30 Januari 2020 dan wabah baru-baru ini yang disebabkan oleh novelcoronavirus 2019 (2019-nCoV) secara resmi berganti nama menjadi COVID-19 yang mengakibatkan sindrom pernapasan akut di Cina dan 29 negara lain diseluruh dunia dan akhirnya menyebar sampai ke Indonesia.

 

Pada 17 Februari 2020, menurut pengawasan pusat Eropa untuk pencegahan dan pengendalian penyakit (ECDC) dan pusat pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC) Amerika, 71 333 kasus telah dilaporkan di antara 29 negara di lima kontinental, dan jumlah kematian adalah 1775 di Cina, dengan 1 kasus di masing-masing negara Filipina, Hong Kong , Perancis, Taiwan dan Jepang, dengan tingkat reported fatality saat ini antara 2–2,3%. COVID-19 telah berkembang secara period between median fase simtomatik sampai kematian selama 14 hari ini agak mirip dengan MERS-CoV (median 14 hari) dan SARS-CoV (median 17,4 hari).

 

Sampai saat ini tidak ada vaksin yang tersedia untuk mencegah infeksi COVID-19 ini, tindakan pengendalian infeksi adalah mengandalkan preventif misalnya kebersihan tangan dan pemakian masker, sosial dan physical distancing. Pengetahuan tentang penyakit ini tidak lengkap dan berkembang samapai saaat ini. Selain itu, virus corona diketahui bermutasi dan sering menyatukan kembali, hal ini menghadirkan tantangan berkelanjutan untuk pemahaman virus ini oleh para ilmuan dunia dan manajemen klinisnya.

 

WHO telah membuat krioteria untuk pneumonia berat, pneumonia berat yang ditandai dengan laju pernafasan lebih besar dari 30 napas per menit), tekanan pernapasan yang parah, oksigenasi yang tidak memadai (misalnya, SpO? kurang dari 90%). Kriteria pediatrik termasuk sianosis pusat atau SpO? kurang dari 90%; tanda dari tekanan pernapasan parah (misalnya terjadi rektraksi didada); ketidakmampuan untuk minum, kelesuan, mengubah tingkat kesadaran, kejang berat yang ditentukan berdasarkan tingkat umur.

 

Tindakan pencegahan berbasis transmisi dengan pembatasan sosial secara besar besaran telah lama dipraktekan oleh negara di eropa misalnya Jerman. Kategorikan tindakan pencegahan tersebut sebagai berikut: menetapkan kategori tindakan pencegahan berbasis transmisi jika ada bukti kuat dari orang-ke-orang mentransmisikan melalui satu atau beberapa dari: tetesan (droplet), kontak fisik dan airborne route yang akan meningkatkan risiko transmisi COVID-19.

 

Standar kontak dan tindakan pencegahan udara harus dilaksanakan segera. Masker wajah bertujuan sebagai perlindungan terstruktur dan rekayasa terhadap transmisi udara, seperti tekanan negatif dan pertukaran udara) merupakan keputusan yang harus diambil untuk meminimalisir penyebaran COVID-19 dengan cara Cuci tangan selama setidaknya 20 detik setelah semua kontak; pembersih tangan berbahan dasar alkohol (hand sanitizer), sabun dan air yang mengalir.

 

Manajemen darurat bencana COVID-19 harus disiplin ,juga menghindari risiko, terutama yang memiliki konsekuensi bencana bagi masyarakat, wilayah kita yg terdiri dari pulau pulau haruslah menjadi prioritas utama. Ada empat tahapan langkah priorotas dalam manajemen darurat COVID-19 yaitu: pencegahan, kesiapsiagaan, respon dan pemulihan.

 

Pencegahan melibatkan mengambil tindakan untuk melindungi diri sendiri dari transmisi COVID-19. Setiap orang memiliki peran untuk langkah ini. Kesiapsiagaan adalah siklus berkelanjutan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelatihan, perlengkapan, mengevaluasi, dan mengambil tindakan korektif dilapangan. Elemen ini adalah pilar kesiapsiagaan dan fokus pada kesiapan untuk merespon insiden dan keadaan darurat. Tanggap darurat melibatka komando insiden dalam pendekatan bencana COVID-19.

 

Tahap responsif ini adalah reaksi terhadap terjadinya jika bencana yang terjadi lebih parah dalam skala besar. Perioritas terakhir adalah kegiatan pemulihan berlanjut di luar periode darurat dan fokus pada pemulihan fungsi penting untuk menstabilkan operasional dan meningkatkan kapasitas untuk melayani masyarakat setelah bencana.

 

Tujuan dari fase pemulihan adalah untuk membawa daerah yang terdampak kembali tingkat normal sesegera mungkin. Fokus upaya komunikasi dalam fase pemulihan bencana adalah memberikan informasi tepat waktu tentang jenis bantuan bantuan yang tersedia bagi individu dan masyarakat yang menjadi korban bencana dan bagaimana mereka dapat mengakses bantuan ini.

 

Demikianlah manajemen tanggap darurat dan perencanaan pencegahan, manajemen darurat ini diharapkan menjadi priorotas pemerintah untuk dapat menangani dan menghindari risiko, terutama yang memiliki konsekuensi bencana meluas dimasyarakat, wilayah atau seluruh negara kita .(yh)

Tulis Komentar