'Revisi UU Pemilu Tak Tepat'

Sabtu, 30 Januari 2021 | 08:40:38 WIB
'Revisi UU Pemilu Tak Tepat'i Foto: ilustrasi internet

GENTAONLINE.COM — Suara yang mendukung penundaan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menguat. Setelah dua fraksi di DPR, yang mengusulkan untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu), pemerintah juga menilai revisi UU Pemilu belum tepat dilaksanakan masa sekarang.

 

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar menilai, revisi UU Pemilu untuk saat ini tidak tepat dilakukan. "UU tersebut belum dilaksanakan. Tidak tepat jika belum dilaksanakan, sudah direvisi," ujar Bahtiar kepada wartawan, Jumat (29/1).

 

Menurutnya, UU Pemilu yang ada saat ini sebaiknya dilaksanakan terlebih dahulu. Jika ada kekurangan di dalamnya, barulah rencana revisi diperlukan demi Pemilu yang lebih baik. "Sesuai dengan UU yang masih berlaku tersebut, maka jadwal pilkada berikutnya adalah 2024. Jadi, jika pilkada dilaksanakan sesuai jadwal, maka jadwalnya adalah 2024," ujarnya.

 

Bahtiar menambahkan, selain belum dilaksanakan, revisi UU Pemilu tidak tepat karena saat ini seluruh masyarakat Indonesia tengah menghadapi pandemi Covid-19. Ia menyarankan seluruh pihak fokus untuk menghadapi kondisi ini. "Saat ini kita sedang menghadapi pandemi, menghadapi krisis kesehatan dan perekonomian, seharusnya kita fokus untuk menyelesaikan krisis ini," ujar Bahtiar.

 

Salah satu pasal dalam draf revisi UU Pemilu memuat jadwal pelaksanaan pilkada pada 2022 dan 2023. Jadwal itu termuat pada pasal 731-734 draf RUU Pemilu pemutakhiran 26 November 2020. Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menegaskan, terkait pelaksanaan pilkada partainya tetap pada jadwal yang ada dalam UU Pemilu saat ini. Yakni, agar pilkada dan Pemilihan Presiden (Pilrpes) tetap diadakan di 2024.

 

Djarot menjelaskan desain pilkada serentak sudah diformulasikan sejak 2015, 2017, 2018 dan 2020. Ia mengaku heran ada pihak yang ingin mengubah jadwal melalui RUU Pemilu. Djarot menimbang pelaksanaan pilkada serentak di 2024 dirasa lebih realistis. "Kepentingan-kepentingan politik elektoral sebaiknya diturunkan agar energi positif bangsa lebih diarahkan untuk mengatasi tantangan kesehatan dan ekonomi rakyat di masa pandemi," tegas anggota Komisi II DPR itu.

 

Kemungkinan ditarik

Sementara, anggota Fraksi Partai Golkar DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan partainya mencermati usulan beberapa partai politik yang mengusulkan penundaan pembahasan RUU Pemilu. "Bagi Golkar pandangan tersebut menjadi penting untuk dicermati karena lahirnya UU berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dan DPR," kata Doli.

 

Ketua Komisi II DPR ini menjelaskan RUU Pemilu merupakan usul inisiatif DPR, sehingga semua fraksi harus memiliki pandangan yang sama apakah UU Pemilu perlu diubah atau tidak. "Kalau ada satu atau dua fraksi meminta ditunda karena pandemi, agak sulit untuk dilanjutkan karena harus ada suara yang bulat," katanya.

 

Doli menyebutkan ada mekanisme yang harus dilalui apabila RUU Pemilu ditarik dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang saat ini sedang dilakukan proses harmonisasi. "Misalnya tidak perlu ditunda dalam periode ini, nanti kesepakatan di pimpinan dan di Rapat Bamus yang terdiri atas perwakilan fraksi-fraksi," ujarnya.

 

Sebelumnya, dua partai mengusulkan penundaan pembahasan RUU Pemilu yang sudah disepakati masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai pembahasan RUU Pemilu tidak tepat dilakukan saat ini.

 

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bahkan menilai UU Pemilu masih bisa digunakan untuk tiga sampai empat kali pemilu kedepan. "UU yang ada saat ini relatif masih sangat baru dan baru dipakai secara formal dalam kurun waktu empat sampai lima tahun terakhir," tutur Zulkifli, Senin (25/1) lalu.(rep)

Tulis Komentar