Perambahan Hutan Lindung di Tahura Sultan Syarif Hasyim: Dugaan Korupsi dan Alih Fungsi Lahan Terus Menjadi Sorotan

Kampar, Riau – Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim, salah satu kawasan konservasi penting di Provinsi Riau, kini dihadapkan pada permasalahan serius berupa alih fungsi lahan dan dugaan korupsi. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan praktik korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) di wilayah ini. Kasus tersebut bahkan menyeret seorang anggota DPRD Kampar berinisial IS, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Desa Kota Garo.

Berdasarkan informasi, IS diduga terlibat dalam penerbitan dokumen-dokumen ilegal yang memungkinkan alih fungsi lahan di kawasan hutan konservasi. Nama IS kini menjadi sorotan publik seiring dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Kejati Riau. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari IS terkait dugaan tersebut.

Tidak hanya soal korupsi, ribuan hektare hutan di Desa Kota Garo dan kawasan Tahura Minas juga dilaporkan telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Aktivitas ini diduga melibatkan sejumlah pengusaha dan pejabat daerah yang menguasai lahan secara ilegal. Sayangnya, meskipun perambahan ini telah berlangsung cukup lama, langkah hukum terhadap para pelaku dinilai lamban. Akibatnya, kerusakan lingkungan semakin meluas dan upaya pelestarian kawasan konservasi semakin sulit dilakukan.
Wagimin, Jurubicara Komunitas Pecinta Alam Riau (Kopari), juga memberikan sorotan tajam terhadap masalah ini. Ia menyatakan bahwa perambahan hutan dan alih fungsi lahan di kawasan Tahura Sultan Syarif Hasyim sangat merugikan ekosistem dan keberlanjutan alam. Menurut Wagimin, tindakan korupsi yang melibatkan penerbitan SKT dan SKGR ilegal hanya memperburuk situasi, sementara kerusakan hutan yang terjadi mengancam kelestarian alam dan keberagaman hayati di Riau.
Wagimin menegaskan bahwa Kopari mendesak pihak berwenang untuk bertindak tegas, tidak hanya terhadap para pelaku korupsi, tetapi juga terhadap perusahaan dan individu yang terlibat dalam perambahan hutan secara ilegal. Ia juga menyuarakan pentingnya segera mengambil langkah hukum yang lebih transparan dan efektif untuk menjaga kawasan hutan lindung di Riau, serta mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam penegakan aturan yang ada.
Sebagai respons terhadap permasalahan ini, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau telah menggelar rapat koordinasi dengan berbagai pihak terkait. Rapat tersebut bertujuan untuk mencari solusi terbaik guna melindungi kawasan hutan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Namun, tantangan utama tetap ada pada penegakan hukum yang tegas terhadap para perambah dan pelaku korupsi.
Tahura Sultan Syarif Hasyim merupakan kawasan yang memiliki fungsi vital, baik sebagai paru-paru dunia maupun sebagai habitat beragam flora dan fauna. Oleh karena itu, upaya perlindungan dan pelestarian kawasan ini harus menjadi prioritas bersama.
Pemerhati lingkungan dan masyarakat berharap pihak berwenang dapat segera mengambil langkah konkret untuk menindak para pelaku yang terlibat dalam perambahan hutan dan korupsi. Selain itu, diperlukan pendekatan strategis untuk mengembalikan fungsi hutan lindung Tahura Sultan Syarif Hasyim sebagai kawasan konservasi yang lestari.
Hingga saat ini, harapan publik tertuju pada keseriusan pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menangani masalah ini demi menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem di Riau. Inisial IS, yang menjadi bagian dari kasus ini, diharapkan memberikan klarifikasi dan menghadapi proses hukum yang transparan demi keadilan dan penyelesaian masalah. (Lelek)