Wartawan Bodrex
Borok Oknum Wartawati Terbongkar: Cici Sri Imelda Diduga Dalang Hoaks, Pemerasan, dan Melakukan Pencemaran Nama Baik Oknum TNI

Pekanbaru – Dunia Pers Riau Tercoreng, Wartawati Diduga Terlibat Pemerasan dan Penyebaran Hoaks
Dunia pers kembali tercoreng. Seorang perempuan paruh baya bernama Sri Imelda alias Cici, yang mengaku sebagai wartawati sekaligus pendiri PT Ragam Dinamika Group, kini menjadi sorotan tajam publik. Sosok yang seharusnya menjaga kehormatan profesi jurnalistik itu justru disebut kerap menyalahgunakan label pers demi kepentingan pribadi: mulai dari pemerasan, penyebaran berita bohong (hoaks), hingga menyeret nama aparat TNI dalam pemberitaan palsu.
Kasus terbaru mencuat di Pulau Rupat, Bengkalis, setelah media milik Cici menayangkan berita bombastis mengenai dugaan penyelewengan distribusi BBM oleh tiga mobil tangki. Narasi tersebut bahkan mengaitkan nama seorang anggota TNI aktif berinisial A, seolah-olah menjadi beking mafia BBM. Padahal, hasil pengecekan di lapangan justru menyebut tidak ada penyelewengan. Truk tangki diketahui mengangkut BBM industri jenis solar sesuai tujuan.
Lebih jauh, investigasi sejumlah media mengungkap dugaan kuat adanya modus pemerasan. Oknum wartawan yang berada dalam rombongan Cici diduga meminta uang hingga Rp10 juta untuk menghapus berita yang sudah telanjur tayang. Karena permintaan tidak dipenuhi, berita hoaks tersebut justru digandakan ke delapan media berbeda, lalu diviralkan melalui media sosial.
“Motif mereka jelas: menakut-nakuti objek berita agar tunduk pada permintaan uang,” ungkap salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.
Rekam jejak Cici yang dikenal luas di kalangan jurnalis Riau juga memperlihatkan sederet kontroversi. Ia disebut kerap meresahkan pelaku usaha dengan pemberitaan bohong, melakukan praktik copy–paste dari media lain tanpa konfirmasi, bahkan pernah terseret isu perselingkuhan dengan seorang pria beristri bernama Dedi. Fakta ini kian mempertegas stigma bahwa dirinya hanya bersembunyi di balik bendera pers demi menumpuk keuntungan pribadi, sekaligus menutupi kehidupan pribadinya yang penuh intrik.
Ironisnya, Cici yang pernah menjalani pemasangan ring jantung akibat penyakit koroner, semestinya menyadari hidupnya berada dalam risiko. Namun alih-alih berbenah, ia justru terus melanjutkan sepak terjang yang kontroversial dan merugikan banyak pihak.
Secara hukum, tindakan memeras, menyebar berita bohong, hingga mencemarkan nama baik dapat dijerat berlapis aturan, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) yang mewajibkan wartawan menaati Kode Etik Jurnalistik.
- Kode Etik Jurnalistik (KEJ), terutama Pasal 1 dan 3 yang mewajibkan wartawan bekerja profesional, akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 368 tentang tindak pidana pemerasan dan Pasal 310–311 tentang pencemaran nama baik.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016, Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (1) mengenai penyebaran berita bohong dan pencemaran nama baik melalui media elektronik.
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru, Pasal 517–518 yang mengatur ancaman pidana terhadap penyiaran berita bohong yang menimbulkan kerugian publik.
Kini publik menanti langkah tegas aparat penegak hukum, agar praktik kotor yang dilakukan oknum mengaku wartawan seperti Cici Sri Imelda tidak lagi merusak marwah profesi pers. Sebab sejatinya, jurnalisme adalah alat kontrol sosial dan pilar demokrasi, bukan instrumen pemerasan yang menebar fitnah demi kepentingan pribadi. (Tim)