Kepala Desa Ludai Tantang Jaksa, WHN Bongkar Dugaan Penyelewengan Dana Desa Miliaran

Kampar –Sebuah drama hukum tengah memanas di Kabupaten Kampar. Kepala Desa Ludai, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Firdaus, membuat pernyataan mengejutkan usai dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Bangkinang terkait dugaan penyelewengan Dana Desa bernilai miliaran rupiah.
Dengan nada penuh tantangan, Firdaus mengaku tidak gentar menghadapi laporan tersebut. “Terserah mereka saja, saya tidak takut. Laporkan saja ke kejaksaan,” ujarnya pada Kamis (2/10/2025).
Ucapan arogan sang kades sontak memantik reaksi keras dari Wawasan Hukum Nusantara (WHN) DPD Kampar, organisasi yang sehari sebelumnya melaporkan dugaan penyimpangan dana desa ke Kejari Bangkinang.
Dalam berkas resmi yang diajukan, WHN merinci sejumlah program desa yang dianggap sarat masalah, antara lain pemeliharaan jalan desa senilai Rp866,3 juta, pengadaan dinamo diesel sebesar Rp151,5 juta, pembangunan dermaga Rp20,2 juta, hingga pengadaan ambulance desa dengan anggaran Rp325 juta yang hingga kini diduga fiktif alias tidak pernah ada.
Wakil Ketua I WHN, Hattan, menegaskan bahwa data dan temuan sudah diserahkan ke pihak Kejaksaan. Menurutnya, yang dibutuhkan sekarang hanyalah keberanian aparat untuk menindaklanjuti.
“Data sudah kami serahkan. Sekarang tinggal keberanian jaksa untuk menindaklanjuti. Jangan biarkan kasus ini menguap begitu saja,” ujarnya.
WHN juga menekankan, apabila terbukti ada penyalahgunaan dana desa, Firdaus harus diproses sesuai hukum bahkan dipidana. “Kalau memang benar ada penyalahgunaan dana desa, jangan ragu untuk menjerat dengan hukum. Negara jangan kalah dengan arogansi oknum kepala desa,” tambahnya.
Dasar hukum dugaan penyelewengan ini cukup kuat. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa kepala desa wajib menyelenggarakan pemerintahan yang akuntabel dan bebas dari korupsi.
Sementara Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3, memberi ancaman pidana penjara 4 tahun hingga seumur hidup bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangan dan merugikan keuangan negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 jo. PP Nomor 47 Tahun 2015 juga mengatur bahwa kepala desa yang terbukti menyalahgunakan wewenang dapat diberhentikan, bahkan berdasarkan KUHP baru (UU No.1 Tahun 2023), pelaku korupsi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik. Sikap menantang dari Firdaus bukan hanya ekspresi emosional, melainkan bisa dimaknai sebagai ujian terhadap wibawa hukum di negeri ini.
Pertanyaannya, apakah Kejaksaan Negeri Bangkinang berani menindaklanjuti laporan dugaan korupsi miliaran rupiah ini, atau justru membiarkan tantangan seorang kepala desa membuat supremasi hukum kembali dipertanyakan? Publik kini menunggu pembuktian: hukum tegak di atas kebenaran, atau tunduk pada arogansi pejabat desa. (Tim)