Kebijakan Tes Urine Berbiaya di UIN Suska Riau Disorot, Diduga Berpotensi Pungli

PEKANBARU — Tragedi penemuan 60 kilogram ganja di lingkungan UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau mengguncang publik dan mencoreng citra kampus Islam terbesar di Provinsi Riau. Ironisnya, pelaku diketahui merupakan mantan mahasiswa yang sudah dinyatakan drop out (DO), namun masih memiliki akses masuk ke lingkungan kampus.
Sebagai langkah pencegahan, pihak kampus menerbitkan surat edaran tentang kewajiban tes urine bagi mahasiswa, yang ditandatangani oleh Wakil Rektor III atas nama Rektor UIN Suska Riau. Program ini diwajibkan bagi seluruh mahasiswa, dengan biaya Rp130.000 per orang.
Kebijakan tersebut menuai sorotan tajam dari kalangan alumni dan pemerhati pendidikan. Banyak pihak menilai, kewajiban membayar tes urine ini memberatkan mahasiswa dan berpotensi menjadi praktik pungutan liar (pungli).
Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Provinsi Riau, Dr. Freddy Simanjuntak, S.H., M.H., menilai kebijakan tes urine tersebut sebenarnya positif sebagai bentuk komitmen kampus dalam menciptakan lingkungan bebas narkoba. Namun, ia menyayangkan adanya pungutan biaya kepada mahasiswa.
“Seharusnya pihak universitas menggandeng pihak ketiga seperti BNN, RS Bhayangkara, atau lembaga yang sudah bekerja sama dengan kampus untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Tes urine ini bisa dilakukan tanpa membebani mahasiswa, karena negara memiliki anggaran untuk kegiatan pencegahan narkoba,” tegas Freddy.
Ia menambahkan, kehidupan masyarakat dan mahasiswa saat ini sedang sulit. Karena itu, pihak kampus diharapkan lebih kreatif dan kolaboratif, bukan justru mencari pembiayaan dari mahasiswa untuk kegiatan yang bersifat wajib.
Pemimpin Redaksi Gentaonline.com, Edy Lelek, turut menyayangkan adanya pungutan yang dibebankan kepada mahasiswa. Menurutnya, praktik seperti ini perlu diusut karena bisa dikategorikan sebagai pungli di lingkungan kampus negeri.
“Kapolda Riau yang dikenal humanis dan bersahabat dengan mahasiswa seharusnya bisa menjadi tempat mahasiswa UIN Suska Riau melapor, bukan menolak kegiatan positifnya, tetapi menolak pungutannya,” ujar Edy.
Edy bahkan menilai, kebijakan ini menunjukkan kurangnya kreativitas pihak kampus dalam mencari solusi pembiayaan. “Jangan karena minim kreativitas, UIN Suska Riau jadi terkesan kere hingga aktif mencari pungutan di dalam kampus,” ujarnya menutup.
Menanggapi polemik tersebut, Wakil Rektor III UIN Suska Riau, Dr. Haris Simaremare, menyampaikan klarifikasi bahwa pelaksanaan tes urine dilakukan bekerja sama dengan klinik resmi dan tidak ada kaitannya dengan keuangan kampus. “Mahasiswa baru wajib menunjukkan hasil tes urine bebas narkoba untuk mengambil sertifikat PBAK. Jika sudah memiliki hasil tes urine standar BNN, tidak perlu lagi ikut tes di kampus. Biaya pemeriksaan dibayar langsung ke klinik penyelenggara, bukan ke pihak universitas,” jelas Haris.
Sebagai catatan, praktik pungutan liar dilarang oleh Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Dalam ketentuan tersebut ditegaskan bahwa setiap pungutan yang tidak memiliki dasar hukum resmi dan dilakukan oleh aparatur lembaga negara dapat dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 368 KUHP serta Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Tim)