Kritik terhadap Gagasan dalam Catatan Sekjen SMSI Pusat di Akhir Tahun 2024

Kritik terhadap Gagasan dalam Catatan Sekjen SMSI Pusat di Akhir Tahun 2024
Oleh: Bunyana ST, Ketua Pokja SMSI Pekanbaru
Baru-baru ini, sebuah tulisan berjudul “Demokrasi Terpimpin Syarat Terwujudnya Indonesia Emas 2045” karya H. Makali Kumar, Sekretaris Jenderal Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), mencuri perhatian publik. Tulisan tersebut memuat gagasan besar mengenai Demokrasi Terpimpin sebagai jalan menuju Indonesia Emas pada tahun 2045. Namun, meskipun tampaknya menawarkan solusi besar, sejumlah poin dalam tulisan ini justru memunculkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Fokus yang Kabur dan Narasi yang Terlalu Personal
Salah satu hal yang paling kentara dalam tulisan ini adalah bagaimana gagasan tentang Demokrasi Terpimpin seolah tenggelam di bawah narasi glorifikasi terhadap sosok Presiden Prabowo Subianto. Meskipun Prabowo adalah figur penting dalam konteks politik Indonesia, tulisan ini lebih banyak membahas sosoknya, dengan penekanan pada sifat-sifat pribadi seperti "kesatria" dan "pantang menyerah." Seharusnya, dalam sebuah tulisan yang ditujukan untuk membahas ide besar, fokus utama harus berada ipada gagasan sistemik idan kebijakan yang ditawarkan, bukan pada pujian terhadap individu.
Gagasan utama tentang Demokrasi Terpimpin sebagai syarat tercapainya Indonesia Emas 2045 harusnya bisa dijabarkan lebih dalam, dengan pemikiran yang matang mengenai implikasi dan tantangannya di masa depan. Sayangnya, tema ini seolah terlupakan, dan alih-alih mengedepankan diskusi substansial, tulisan ini malah membanjiri pembaca dengan penjelasan yang lebih mengarah pada pencitraan pribadi.
Usulan Penghapusan Pemilihan Langsung: Mungkinkah?
Salah satu usulan yang muncul dalam tulisan ini adalah penghapusan sistem pemilihan langsung untuk presiden dan kepala daerah, yang akan digantikan dengan pemilihan oleh MPR dan DPRD. Di sini, muncul pertanyaan besar: Apakah ini benar-benar langkah menuju perbaikan demokrasi, atau justru langkah mundur yang menghilangkan esensi dari demokrasi partisipatif yang telah lama diperjuangkan oleh rakyat Indonesia?
Pemilu langsung merupakan hasil dari perjuangan reformasi yang memberikan rakyat hak untuk memilih pemimpinnya secara langsung. Menghapusnya dengan alasan efisiensi bisa jadi berisiko merusak fondasi demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah selama bertahun-tahun. Daripada menghilangkan hak rakyat untuk memilih, seharusnya fokus kita adalah memperbaiki kualitas pemilu dan mengurangi praktik politik uang yang seringkali merusak integritas proses demokrasi.
Anggaran dan Klaim Tanpa Data: Sebuah Pertanyaan Besar
Tulisan ini juga memuat klaim yang cukup mencengangkan mengenai anggaran sebesar Rp 722 triliun untuk program gizi anak-anak. Klaim ini tentu saja menggugah perhatian, namun sayangnya tidak disertai dengan data yang jelas mengenai sumber pendanaan atau rencana implementasinya. Tanpa data yang valid, klaim sebesar ini berpotensi dianggap sebagai propaganda, bukan solusi riil terhadap masalah gizi anak yang memang memerlukan perhatian serius.
Penting bagi setiap gagasan besar untuk didukung oleh analisis yang mendalam, data yang kuat, dan perencanaan yang matang. Tanpa itu, klaim-klaim semacam ini hanya akan mengarah pada kebingungan dan ketidakpastian di kalangan publik.
Memang Kita Butuh Gagasan Besar, Tapi Harus Lebih Matang
Selain itu, usulan untuk kembali kepada UUD 1945 yang telah mengalami amandemen dan menghapus demokrasi liberal menunjukkan bahwa tulisan ini lebih banyak mengulang wacana-wacana lama yang tidak memiliki pembahasan mendalam mengenai dampak dan implementasinya. Mengusung kembali gagasan yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman ini bisa meminggirkan upaya kita untuk menyelesaikan masalah yang lebih mendesak, seperti pemerataan ekonomi, pendidikan, dan kualitas hidup rakyat.
Gagasan besar yang berorientasi pada masa depan seharusnya mengedepankan solusi-solusi yang nyata dan implementatif, bukan sekadar mengulang kembali teori-teori yang telah terbukti tidak efektif di masa lalu.
Solusi dan Masukan untuk Presiden Prabowo
Sebagai pemimpin yang memiliki visi besar untuk Indonesia, Presiden Prabowo Subianto tentunya memiliki tanggung jawab untuk memikirkan solusi-solusi konkret untuk negara ini. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memastikan bahwa gagasan-gagasan yang diusung selalu dilandasi dengan data yang jelas dan analisis yang matang. Selain itu, alih-alih mengandalkan gagasan yang bersifat sentralistik, lebih baik Presiden Prabowo mendorong partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan politik, serta memperkuat sistem demokrasi yang sudah terbukti efektif.
Kepada Presiden Prabowo, saya mengajak untuk terus menyusun kebijakan yang berpihak pada rakyat dan memperkuat demokrasi Indonesia, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar yang telah diperjuangkan dalam sejarah bangsa ini.
Sebagai sesama wartawan dan bagian dari komunitas media, kritik ini saya sampaikan bukan untuk merendahkan, tetapi untuk memperkaya wacana yang ada. Dalam menulis dan memberikan opini, kita tentu tidak lepas dari kekurangan. Oleh karena itu, jika ada hal-hal yang tidak berkenan atau kekurangan dalam kritik ini, saya memohon maaf sebesar-besarnya. Semoga diskusi ini bisa menjadi bahan refleksi bagi kita semua dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.