Kades Sungai Ara Bungkam, Dana Tanaman Kehidupan Program HTI Diduga Dialihkan Tanpa Persetujuan Warga

PELALAWAN — Polemik pengelolaan dana "Tanaman Kehidupan" dari perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Desa Sungai Ara, Kecamatan Pelalawan, terus memanas. Dana sebesar Rp850 juta yang semula disepakati sebagai bentuk kompensasi kepada masyarakat, kini justru memicu konflik lantaran rencana penggunaannya dialihkan secara sepihak oleh Kepala Desa.
Kepala Desa Sungai Ara, Haryono, disebut bersikeras menggunakan dana tersebut untuk membangun jembatan. Warga menilai keputusan itu melanggar kesepakatan awal yang telah dibuat bersama, di mana dana tersebut seharusnya dibagikan langsung kepada masyarakat sebagai bentuk hak, bukan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
“Ini bukan CSR. Ini dana kompensasi dari aktivitas HTI yang sejak awal sudah dijanjikan untuk masyarakat. Tapi sekarang Kades malah mau bangun jembatan. Kami curiga ada kepentingan pribadi di balik proyek itu,” ujar Ridwan, warga setempat.
Lebih jauh, warga menduga terdapat pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan di balik pembangunan jembatan, termasuk kepemilikan lahan pribadi maupun yayasan di seberang jembatan tersebut.
Upaya konfirmasi kepada Kades Haryono hingga kini tidak membuahkan hasil. Pesan yang dikirimkan melalui WhatsApp hanya dibaca tanpa respons. Camat Pelalawan, Yusman Efendi, yang sebelumnya disebut telah ditugaskan langsung oleh Bupati Pelalawan H. Zukri untuk menangani konflik ini, juga belum memberikan klarifikasi yang substansial.
Dalam rapat desa yang digelar beberapa waktu lalu, suasana sempat memanas hingga terjadi kericuhan. Warga dengan tegas menolak rencana pembangunan jembatan menggunakan dana tersebut. Insiden itu bahkan nyaris berujung bentrok fisik akibat adu argumen yang memuncak.
Masyarakat menuntut audit terbuka dan transparansi pengelolaan dana, serta mempertanyakan dasar hukum yang digunakan Kades dalam mengubah peruntukan dana secara sepihak.
Warga merujuk pada beberapa regulasi penting yang seharusnya menjadi acuan dalam pengelolaan dana publik oleh kepala desa, di antaranya:
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 26 ayat (4) huruf c yang menegaskan bahwa kepala desa wajib menjalankan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan desa.
Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang mengatur bahwa setiap rencana dan penggunaan dana desa wajib disepakati melalui musyawarah desa dan dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) serta APBDes.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menjamin hak warga untuk mengetahui dan mengakses informasi terkait penggunaan dana publik.
Warga khawatir jika praktik pengalihan dana seperti ini dibiarkan, maka bisa membuka ruang penyalahgunaan wewenang dan pengabaian hak-hak masyarakat desa. (edi)